Abu Yazid Al Busthami – Raja Para Mistik
Abu Yazid Thoifur bin Isa bin Surusyan al-Busthami, lahir di Bustham terletak di bagian timur Laut Persi. Meninggal di Bustham pada tahun 261 H/874 M. Beliau merupakan salah seorang Sulton Aulia, yang juga sebagai salah satu Syeikh yang ada dalam silsilah dalam thoriqoh Sadziliyah dan beberapa thoriqoh yang lain. Kakek Abu Yazid merupakan penganut agama Zoroaster. Ayahnya adalah salah satu di antara orang-orang terkemuka di Bustham.
Kehidupan Abu Yazid yang luar biasa bermula sejak ia masih berada dalam kandungan. “Setiap kali aku menyuap makanan yang kuragukan kehalalannya”, ibunya sering berkata pada Abu Yazid, “engkau yang masih berada didalam rahimku memberontak dan tidak mau berhenti sebelum makanan itu kumuntahkan kembali”. Pernyataan itu dibenarkan oleh Abu Yazid sendiri. Setelah sampai waktunya, si ibu mengirim Abu Yazid ke sekolah untuk mempelajari Al Qur-an. Pada suatu hari gurunya menerangkan arti satu ayat dari surat Luqman yang berbunyi, “Berterima kasihlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu”. Ayat ini sangat menggetarkan hati Abu Yazid, ia lalu meletakkan batu tulisnya dan berkata kepada gurunya, “ijinkanlah aku pulang, ada yang hendak kukatakan pada ibuku”. Si guru memberi ijin, Abu Yazid lalu pulang kerumah. Ibunya menyambut dengan kata-kata,”Thoifur, mengapa engkau sudah pulang ? Apakah engkau mendapat hadiah atau adakah sesuatu kejadian istimewa ?”. “Tidak” jawab Abu Yazid, “Pelajaranku sampai pada ayat dimana Allah memerintahkan agar aku berbakti kepada-Nya dan kepada engkau wahai ibu. Tetapi aku tak dapat mengurus dua rumah dalam waktu yang bersamaan. Ayat ini sangat menyusahkan hatiku. Maka wahai ibu, mintalah diriku ini kepada Allah sehingga aku menjadi milikmu seorang atau serahkanlah aku kepada Allah semata sehingga aku dapat hidup untuk Dia semata”. “Anakku” jawab ibunya, “aku serahkan engkau kepada Allah dan kubebaskan engkau dari semua kewajibanmu terhadapku. Pergilah engkau menjadi hamba Allah.
Di kemudian hari Abu Yazid berkata, “Kewajiban yang semula kukira sebagai kewajiban yang paling ringan, ternyata merupakan kewajiban yang paling utama. Yaitu kewajiban untuk berbakti kepada ibuku. Di dalam berbakti kepada ibuku, itulah kuperoleh segala sesuatu yang kucari, yakni segala sesuatu yang hanya bisa dipahami lewat tindakan disiplin diri dan pengabdian kepada Allah. Kejadiannya adalah sebagai berikut : Pada suatu malam, ibu meminta air kepadaku. Maka akupun mengambilnya, ternyata didalam tempayan kami tak ada air. Kulihat dalam kendi, tetapi kendi itupun kosong. Oleh karena itu, aku pergi kesungai lalu mengisi kendi tersebut dengan air. Ketika aku pulang, ternyata ibuku sudah tertidur”. Malam itu udara terasa dingin. Kendi itu tetap dalam rangkulanku. Ketika ibu terjaga, ia meminum air yang kubawa kemudian mendo’akanku. Waktu itu terlihatlah olehku betapa kendi itu telah membuat tanganku kaku. “Mengapa engkau tetap memegang kendi itu ?” ibuku bertanya. “Aku takut ibu terjaga sedang aku sendiri terlena”, jawabku. Kemudian ibu berkata kepadaku, “Biarkan saja pintu itu setengah terbuka”. Sepanjang malam aku berjaga-jaga agar pintu itu tetap dalam keadaan setengah terbuka dan agar aku tidak melalaikan perintah ibuku. Hingga akhirnya fajar terlihat lewat pintu, begitulah yang sering kulakukan berkali-kali”.
Abu Zayid melakukan disiplin diri dengan terus menerus dan berpuasa di siang hari dan bertirakat sepanjang malam. Ia belajar di bawah bimbingan seratus tiga belas guru spiritual dan telah memperoleh manfaat dari setiap pelajaran yang mereka berikan. Diantara guru-gurunya itu ada seorang yang bernama Shadiq. Ketika Abu Yazid sedang duduk dihadapannya, tiba-tiba Shadiq berkata kepadanya,”Abu Yazid, ambilkan buku yang di jendela itu”.”Jendela? Jendela yang mana?”, tanya Abu Yazid.”Telah sekian lama engkau belajar di sini dan tidak pernah melihat jendela itu?”"Tidak”, jawab Abu Yazid, “apakah peduliku dengan jendela. Ketika menghadapmu, mataku tertutup terhadap hal-hal lain. Aku tidak datang kesini untuk melihat segala sesuatu yang ada di sini”.”Jika demikian”, kata si guru,” kembalilah ke Bustham. Pelajaranmu telah selesai”.
Abu Yazid mendengar bahwa di suatu tempat ada seorang guru besar. Dari jauh Abu Yazid datang untuk menemuinya. Ketika sudah dekat, Abu Yazid menyaksikan betapa guru yang termasyhur itu meludah ke arah kota Makkah (diartikan menghina kota Makkah), karena itu segera ia memutar langkahnya.”Jika ia memang telah memperoleh semua kemajuan itu dari jalan Allah”, Abu Yazid berkata mengenai guru tadi,”niscaya ia tidak akan melanggar hukum seperti yang dilakukannya”. Diriwayatkan bahwa rumah Abu Yazid hanya berjarak empat puluh langkah dari sebuah masjid, ia tidak pernah meludah ke arah jalan dan menghormati masjid itu. Setiap kali Abu Yazid tiba di depan sebuah masjid, beberapa saat lamanya ia akan berdiri terpaku dan menangis.”Mengapa engkau selalu berlaku demikian ?” tanya salah seseorang kepadanya. “Aku merasa diriku sebagai seorang wanita yang sedang haid. Aku merasa malu untuk masuk dan mengotori masjid”, jawabnya. (Lihatlah do’a Nabi Adam atau do’a Nabi Yunus a.s “Laa ilaha ila anta Subhanaka inni kuntum minadholimin”, Tidak ada tuhan melainkan engkau ya Allah, sesungguhnya aku ini termasuk orang-orang yang dholim. Atau lihat do’a Abunawas,’ Ya Allah kalau Engkau masukkan aku ke dalam sorga, rasanya tidaklah pantas aku berada di dalamnya. Tetapi kalau aku Engkau masukkan ke dalam neraka, aku tidak akan tahan, aku tidak akan kuat ya Allah, maka terimalah saja taubatku).
Suatu ketika Abu Yazid di dalam perjalanan, ia membawa seekor unta sebagai tunggangan dan pemikul perbekalannya.”Binatang yang malang, betapa berat beban yang engkau tanggung. Sungguh kejam!”, seseorang berseru. Setelah beberapa kali mendengar seruan ini, akhirnya Abu Yazid menjawab, “Wahai anak muda, sebenarnya bukan unta ini yang memikul beban”. Kemudian si pemuda meneliti apakah beban itu benar-benar berada diatas punggung onta tersebut. Barulah ia percaya setelah melihat beban itu mengambang satu jengkal di atas punggung unta dan binatang itu sedikitpun tidak memikul beban tersebut. “Maha besar Allah, benar-benar menakjubkan!”, seru si pemuda.”Jika kusembunyikan kenyataan yang sebenarnya mengenai diriku, engkau akan melontarkan celaan kepadaku”, kata Abu Yazid kepadanya. “Tetapi jika kujelaskan kenyataan itu kepadamu, engkau tidak dapat memahaminya. Bagaimana seharusnya sikapku kepadamu?”
MI’ROJ
Abu Yazid berkisah, “Dengan tatapan yang pasti aku memandang Allah setelah Dia membebaskan diriku dari semua makhluk-Nya, menerangi diriku dengan Cahaya-Nya, membukakan keajaiban-keajaiban rahasia-Nya dan menunjukkan kebesaran-Nya kepadaku. Setelah menatap Allah akupun memandang diriku sendiri dan merenungi rahasia serta hakekat diri ini. Cahaya diriku adalah kegelapan jika dibandingkan dengan Cahaya-Nya, kebesaran diriku sangat kecil jika dibandingkan dengan kebesaran-Nya, kemuliaan diriku hanyalah kesombongan yang sia-sia jika dibandingkan dengan kemuliaan-Nya. Di dalam Allah segalanya suci sedang didalam diriku segalanya kotor dan cemar. Bila kurenungi kembali, maka tahulah aku bahwa aku hidup karena cahaya Allah. Aku menyadari kemuliaan diriku bersumber dari kemuliaan dan kebesaran-Nya. Apapun yang telah kulakukan, hanya karena kemaha kuasaan-Nya. Apapun yang telah terlihat oleh mata lahirku, sebenarnya melalui Dia. Aku memandang dengan mata keadilan dan realitas. Segala kebaktianku bersumber dari Allah, bukan dari diriku sendiri, sedang selama ini aku beranggapan bahwa akulah yang berbakti kepada-Nya.
Hiasilah diriku dengan ke-Esaan-Mu, sehingga apabila hamba-hamba-Mu memandangku yang terpandang oleh mereka adalah ciptaan-Mu. Dan mereka akan melihat Sang Pencipta mata, bukan diriku ini”. Keinginanku ini dikabulkan-Nya. Ditaruh-Nya mahkota kemurahan hati ke atas kepalaku dan Ia membantuku mengalahkan jasmaniku. Setelah itu, Dia berkata, “temuilah hamba-hamba-Ku itu”. Maka kulanjutkan pula pengembaraan yang tak berkesudahan di lautan tanpa tepi itu untuk beberapa lama, aku katakan, “Tidak ada seorang manusiapun yang pernah mencapai kemuliaan yang lebih tinggi daripada yang telah kucapai ini. Tidak mungkin ada tingkatan yang lebih tinggi daripada ini”. Tetapi ketika kutajamkan pandangan ternyata kepalaku masih berada di telapak kaki seorang Nabi. Maka sadarlah aku, bahwa tingkat terakhir yang dapat dicapai oleh manusia-manusia suci hanyalah sebagai tingkatan awal dari kenabian. Mengenai tingkat terakhir dari kenabian tidak dapat kubayangkan. Kemudian ruhku menembus segala penjuru di dalam kerajaan Allah. Surga dan neraka ditunjukkan kepada ruhku itu tetapi ia tidak peduli. Apakah yang dapat menghadang dan membuatnya peduli ?.
Semua sukma yang bukan Nabi yang ditemuinya tidak dipedulikannya. Ketika ruhku mencapai sukma manusia kesayangan Allah, Nabi Muhammad SAW, terlihatlah olehku seratus ribu lautan api yang tiada bertepi dan seribu tirai cahaya. Seandainya kujejakkan kaki ke dalam lautan api yang pertama itu, niscaya aku hangus binasa. Aku sedemikian gentar dan bingung sehinga aku menjadi sirna. Tetapi betapapun besar keinginanku, aku tidak berani memandang tiang perkemahan Muhammad Rasulullah Saw. Walaupun aku telah berjumpa dengan Allah, tetapi aku tidak berani berjumpa dengan Muhammad Rasulullah Saw. Kemudian Abu Yazid berkata, “Ya Allah, segala sesuatu yang telah terlihat olehku adalah aku sendiri. Bagiku tiada jalan yang menuju kepada-Mu selama aku ini masih ada. Aku tidak dapat menembus keakuan ini, apakah yang harus kulakukan?” Maka terdengarlah perintah, “Untuk melepas keakuanmu itu ikutilah kekasih Kami, Muhammad Saw. Usaplah matamu dengan debu kakinya dan ikutilah jejaknya. Maka terjunlah aku ke dalam lautan api yang tak bertepi dan kutenggelamkan diriku kedalam tirai-tirai cahaya yang mengelilingi Muhammad Rasululah Saw. Dan kemudian tak kulihat diriku sendiri, yang kulihat Muhammad Rasulullah Saw. Aku terdampar dan kulihat Abu Yazid berkata,” aku adalah debu kaki Muhammad, maka aku akan mengikuti jejak beliau Saw.
Suatu hari Abu Yazid berjalan-jalan dengan beberapa orang muridnya. Jalan yang sedang mereka lalui sempit dan dari arah yang berlawanan datanglah seekor anjing. Abu Yazid menyingkir kepinggir untuk memberi jalan kepada binatang itu. Salah seorang murid tidak menyetujui perbuatan Abu Yazid ini dan berkata,” Allah Yang Maha Besar telah memuliakan manusia di atas segala makhluk-makhluk-Nya. Abu Yazid adalah “Raja diantara kaum mistik”, tetapi dengan ketinggian martabatnya itu beserta murid-muridnya yang taat masih memberi jalan kepada seekor anjing. Apakah pantas perbuatan seperti itu ?” Abu Yazid menjawab,” Anak muda, anjing tadi secara diam-diam telah berkata kepadaku, ‘Apakah dosaku dan apakah pahalamu pada awal kejadian sehingga aku berpakaian kulit anjing dan engkau mengenakan jubah kehormatan sebagai raja diantara para mistik?’. Begitulah yang sampai dalam pikiranku dan karena itulah aku memberi jalan kepadanya”.
Ada seorang pertapa di antara tokoh suci terkenal di Bustham yang mempunyai banyak pengikut dan pengagum, tetapi ia sendiri senantiasa mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Abu Yazid. Dengan tekun ia mendengarkan ceramah-ceramah Abu Yazid dan duduk bersama sahabat-sahabat beliau. Pada suatu hari berkatalah ia kepada Abu Yazid, “pada hari ini genap tiga puluh tahun lamanya aku berpuasa dan memanjatkan do’a sepanjang malam sehingga aku tidak pernah tidur. Namun pengetahuan yang engkau sampaikan ini belum pernah menyentuh hatiku. Walau demikian aku percaya kepada pengetahuan itu dan senang mendengarkan ceramah-ceramahmu”. “Walaupun engkau berpuasa siang malam selama tiga ratus tahun, sedikitpun dari ceramahku ini tidak akan dapat engkau hayati”. “Mengapa demikian ?”, tanya si murid. “Karena matamu tertutup oleh dirimu sendiri”, jawab Abu Yazid. “Apakah yang harus kulakukan ?”, tanya si murid pula. “Jika kukatakan, pasti engkau tidak mau menerimanya”, jawab Abu Yazid. “Akan kuterima !. Katakanlah kepadaku agar kulakukan seperti yang engkau petuahkan”. “Baiklah!”, jawab Abu Yazid. “Sekarang ini juga, cukurlah janggut dan rambutmu. Tanggalkan pakaian yang sedang engkau kenakan dan gantilah dengan cawat yang terbuat dari bulu domba. Gantungkan sebungkus kacang dilehermu, kemudian pergilah ke tempat ramai. Kumpulkan anak-anak sebanyak mungkin dan katakan pada mereka,”Akan kuberikan sebutir kacang kepada setiap orang yang menampar kepalaku”. Dengan cara yang sama pergilah berkeliling kota, terutama sekali ke tempat dimana orang-orang sudah mengenalmu. Itulah yang harus engkau lakukan”. “Maha besar Allah! Tiada Tuhan kecuali Allah”, cetus si murid setelah mendengar kata-kata Abu Yazid itu. “Jika seorang kafir mengucapkan kata-kata itu niscaya ia menjadi seorang Muslim”, kata Abu Yazid. “Tetapi dengan mengucapkan kata-kata yang sama engkau telah mempersekutukan Allah”. “Mengapa begitu ?”, tanya si murid. “Karena engkau merasa bahwa dirimu terlalu mulia untuk berbuat seperti yang telah kukatakan tadi. Kemudian engkau mencetuskan kata-kata tadi untuk menunjukkan bahwa engkau adalah seorang penting, dan bukan untuk memuliakan Allah. Dengan demikian bukankah engkau telah mempersekutukan Allah ?”. “Saran-saranmu tadi tidak dapat kulaksanakan. Berikanlah saran-saran yang lain”, si murid keberatan. “Hanya itu yang dapat kusarankan”, Abu Yazid menegaskan. “Aku tak sanggup melaksanakannya”, si murid mengulangi kata-katanya. “Bukankah telah aku katakan bahwa engkau tidak akan sanggup untuk melaksanakannya dan engkau tidak akan menuruti kata-kataku”, kata Abu Yazid. (Besi mesti dipanasi untuk dijadikan pedang, batu kotor mesti digosok supaya jadi berlian. “Gosoklah berlian imanmu dengan Laa illaha ilAllah”. ‘Jadidu Imanakum bi Laa illaha ilAllah’).
“Engkau dapat berjalan di atas air”, orang-orang berkata kepada Abu Yazid. “Sepotong kayupun dapat melakukan hal itu”, jawab Abu Yazid. “Engkau dapat terbang di angkasa”. “Seekor burung pun dapat melakukan itu”. “Engkau dapat pergi ke Ka’bah dalam satu malam”. ” Setiap orang sakti dapat melakukan perjalanan dari India ke Demavand dalam satu malam”. “Jika demikian apakah yang harus dilakukan oleh manusia-manusia sejati ?”, mereka bertanya kepada Abu Yazid. Abu Yazid menjawab, “Seorang manusia sejati tidak akan menautkan hatinya kepada selain Allah Swt.
Sedemikian khusyuknya Abu Yazid dalam berbakti kepada Allah, sehingga setiap hari apabila ditegur oleh muridnya, yang senantiasa menyertainya selama 20 tahun, ia akan bertanya,” Anakku, siapakah namamu ?” Suatu ketika si murid berkata pada Abu Yazid,”Guru, apakah engkau memperolok-olokkanku. Telah 20 tahun aku mengabdi kepadamu, tetapi, setiap hari engkau menanyakan namaku”. “Anakku”, Abu Yazid menjawab,”aku tidak memperolok-olokkanmu. Tetapi nama-Nya telah memenuhi hatiku dan telah menyisihkan nama-nama yang lain. Setiap kali aku mendengar sebuah nama yang lain, segeralah nama itu terlupakan olehku”.
Abu Yazid mengisahkan : Suatu hari ketika sedang duduk-duduk, datanglah sebuah pikiran ke dalam benakku bahwa aku adalah Syaikh dan tokoh suci zaman ini. Tetapi begitu hal itu terpikirkan olehku, aku segera sadar bahwa aku telah melakukan dosa besar. Aku lalu bangkit dan berangkat ke Khurazan. Di sebuah persinggahan aku berhenti dan bersumpah tidak akan meninggalkan tempat itu sebelum Allah mengutus seseorang untuk membukakan hatiku. Tiga hari tiga malam aku tinggal di persinggahan itu. Pada hari yang ke-empat kulihat seseorang yang bermata satu dengan menunggang seekor unta sedang datang ke tempat persinggahan itu. Setelah mengamati dengan seksama, terlihat olehku tanda-tanda kesadaran Ilahi di dalam dirinya. Aku mengisyaratkan agar unta itu berhenti lalu unta itu segera menekukkan kaki-kaki depannya. Lelaki bermata satu itu memandangiku. “Sejauh ini engkau memanggilku”, katanya,” hanya untuk membukakan mata yang tertutup dan membukakan pintu yang terkunci serta untuk menenggelamkan penduduk Bustham bersama Abu Yazid?”"Aku jatuh lunglai. Kemudian aku bertanya kepada orang itu,”Darimanakah engkau datang?” “Sejak engkau bersumpah itu telah beribu-ribu mil yang kutempuh”, kemudian ia menambahkan,”berhati-hatilah Abu Yazid, Jagalah hatimu!”Setelah berkata demikian ia berpaling dariku dan meninggalkan tempat itu. Menolak mereka hanya karena keingkaran mereka. Segala sesuatu yang kulakukan hanyalah debu. Kepada setiap perbuatanku yang tidak berkenan kepada-Mu limpahkanlah ampunan-Mu. Basuhlah debu keingkaran dari dalam diriku karena akupun telah membasuh debu kelancangan karena mengaku telah mematuhi-Mu. Kemudian Abu Yazid menghembuskan nafas terakhirnya dengan menyebut nama Allah pada tahun 261 H /874 M.
Jumat, 19 November 2010
Minggu, 07 November 2010
Suluk Dewa Ruci
Ini merupakan cerita wayang Suluk Dewa Ruci, dengan menggambarkan perjalanan spiritual Bima juga yang dikenal dengan Brata Sena dan Werkudara yang berliku-liku, penuh hambatan dan tantangan, sampai akhirnya, Bima berhasil ketemu dengan Dewa Suksma Ruci atau biasanya disebut Dewa Ruci.
Disinilah Bima mendapatkan pencerahan rohani, ketemu dengan Suksma Sejati yang sebenarnya berada didalam diri Bima sendiri, tak pernah berpisah. Pertemuan Bima dengan Dewa Suksma Ruci adalah perlambang dari Manunggaling Kawulo Gusti, Manunggalnya Kawulo Gusti, hamba dengan Tuhan, dimana si anak manusia tentram bahagia dalam pengayoman cahaya keagungan Tuhan.
Mulai saat tersebut, Bima dengan pasti telah menggegam erat kehidupan sejati yang bagi kebanyakan orang masih saja merupakan teka-teki dan misteri. Laku spiritual Bima perlu dicermati, sebagai salah satu usaha batin yang efektif, untuk mendapatkan pencerahan.
Air Suci Prawitasari
Semua bermula ketika Bima disuruh oleh Guru Durna untuk menemukan Air Suci Prawitasari, supaya hidupnya benar-benar tentram bahagia.
Prawita dari pawita artinya bersih, suci; sari adalah inti. Jadi, Air Suci Prawitasari adalah inti dari Ngelmu Suci – The essence of divine spiritual knowledge.
Guru Durna menilai bahwa sudah saatnya Bima mendapatkan tataran ngelmu yang lebih tinggi. Menurut pengamatannya , Bima sampai saat ini telah berhasil menyelesaikan banyak tugas dalam bidang keduniawian, dia mampu karena pandai dan prigel dan dia punya budi luhur dan sikap mental yang baik.
Laku spiritual
Dalam usaha untuk menemukan Air Suci Prawitasari, dalam kisah wayang Dewa Ruci, Bima harus berjuang mati-matian seorang diri. Dibawah ini rintangan –rintangan yang harus disingkarkan :
Hutan Tikbrasara
Atas petunjuk gurunya, Bima menyeruak hutan lebat Tikbrasara yang seram dan banyak binatang buasnya. Bahaya yang dihadapi besar sekali, maut selalu menanti.
Sebenarnya Tikbrasa merupakan pralambang. Tikbra artinya prihatin; sara artinya tajam. Ini merupakan pelajaran untuk mencapai cipta yang tajam dan benar, dalam istilah spiritual umum adalah visualisasi yang tajam sehingga tujuan tercapai.
Gunung Reksamuka
Bima harus mendaki kepuncak gunung yang tinggi, melewati jalan terjal berkelok-kelok.. Dia berani menghadapi resiko apapun.
Ini juga pralambang, maksudnya harus mampu menjaga fokus pandangan mata. Pengalaman menjelajah hutan Tikbrasara dan mendaki gunung Reksamuka adalah merupakan pelajaran sikap dalam melakukan meditasi atau samadi.
Siapkan diri baik-baik sebelumnya dengan membersihkan raga dan jiwa ( istilahnya :sesuci). Bersikap santai, pasrah. Fokuskan pandangan mata kepuncak gunung, yaitu kepucuk hidung.Yang samadi, batinnya naik ketempat yang tinggi. Dalam istilah kebatinan Kejawen dikatakan : bagai mendaki Tursina. Tur artinya gunung; sina adalah tempat yang tinggi.
Mengalahkan Rukmuka dan Rukmakala
Dihutan, Bima berhasil menaklukkan dua raksasa yang berwajah bengis menakutkan, yaitu Rukmuka dan Rukmakala.
Ini juga pralambang. Supaya meditasinya berhasil, kedua halangan besar itu harus disingkirkan.
Bagaimana bisa pasrah sumarah dalam samadi kalau pikiran ke Rukmuka artinya mau melahap makanan-makanan enak mewah yang sebenarnya ruk ( merusak) kesehatan tubuh dan pikiran.
Orang-orang tua suka memberi nasihat : Boleh makan secukupnya saja dan makanan yang sehat, diutamakan sayur dan buah. Kalau terlalu banyak makan lemak dan daging, selain tidak baik untuk kesehatan, juga tidak baik untuk spiritualitas.
Rukmakala adalah rukma( emas) yang kala ( membahayakan).Maksudnya , pikiran jangan maunya kekayaan materi yang melimpah melulu. Itu halangan untuk laku spiritualitas dan samadi.
Itulah kenapa, Bima harus mengalahkan Rukmuka dan Rukmakala.
Samudra dan Ular
Ternyata Air Suci Prawitasari tidak ada dihutan dan digunung.Bima yakin apa yang dicari ada didalam samudra.
Samudra mengingatkan kepada kata “samudra pangaksama” artinya punyailah hati yang lapang, jadilah orang yang pemaaf.
Bima meneruskan perjalanan dan tanpa ragu masuk ke samudra. Belum lama berada diair, Bima sudah mau diterkam seekor Ular Laut Raksasa. Bima bukan orang penakut, ular laut itu dihadapinya.
Ular disini melambangkan sifat-sifat jahat yang harus dilawan. Sesudah ular, yaitu sifat-sifat jahat berhasil disingkirkan, lalu sifat-sifat yang baik perlu dipertahankan dan dilakukan, antara lain :
Tidak iri kepada orang lain yang maju dan berhasil. Tidak susah yang berlebihan sewaktu kekayaannya berkurang ( bahasa Jawa : Rila).
Selau bersikap baik dan benar ( Legawa).
Menjalani kehidupan dengan rasa syukur dan dengan sadar. ( Nrima).
Rendah hati, sabar. Walau dijahati orang, tidak membalas, tidak dendam ( Anoraga).
Tahu dengan sadar yang salah dan yang benar. Ingat kepada yang sejati. ( Eling).
Tidak pernah bosan berbuat yang benar, antara lain untuk melakukan samadi.( Santosa).
Tentram hatinya, melupakan kesalahan masa lalu dan kerugian-kerugian yang pernah dialami diwaktu silam. ( Gembira).
Selalu berniat dan berbuat baik untuk kepentingan semua pihak ( Rahayu).
Menjaga kesehatan badan, raga dirawat supaya tetap sehat, dipergunakan untuk berkiprah positif .Kalau sakit dihusada/diobati.( Wilujeng).
Selalu belajar dan mempelajari ilmu dan ngelmu yang benar ( Marsudi kawruh).
Melakukan samadi rutin, teratur dan disetiap saat terpanggil.
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari supaya bersikap ngurang-ngurangi, misalnya makan pada waktu sudah lapar, makannya tidak perlu banyak, secukupnya saja. Minum pada waktu haus dan tidak usah memilih minuman yang enak-enak. Tidur pada waktu sudah mengantuk, tidak perlu dikasur yang empuk dan mewah, yang sederhana saja asalkan bersih dan sehat.Jangan suka ngomong dibelakang dan menjelek-jelekkan orang lain.Selalu bersikap positif dalam menjalani hidup ini. Bercinta dalam batas takaran dan sebaiknya dengan pasangannya yang sah.
Bertemu Dewa Suksma Ruci
Sesudah Bima berhasil menyingkirkan semua hambatan, mendadak tanpa persiapan apapun , dia bertemu dengan Dewa mungil yang bercahaya terang tetapi tidak menyilaukan ,rupanya mirip benar dengan dirinya, namanya Dewa Suksma Ruci(sang Marbudyengrat).
Termangu sang Bima di tepian samudera, dibelai kehangatan alun ombak setinggi betis, tak ada lagi tempat bertanya. Dewa Ruci, sang Marbudyengrat, memandangnya dengan iba dari kejauhan, tahu belaka bahwa tirta Pawitra memang tak pernah ada dan mustahil akan pernah bisa ditemukan oleh manusia mana pun. menghampir Sang Dewa Ruci sambil menyapa: 'apa yang kau cari, hai Werkudara, hanya ada bencana dan kesulitan yang ada di sini di tempat sesunyi dan sekosong ini'
Terkejut sang Sena dan mencari ke kanan kiri setelah melihat sang penanya ia bergumam: 'makhluk apa lagi ini, sendirian di tengah samudera sunyi kecil mungil tapi berbunyi pongah dan jumawa?
serba sunyi di sini, lanjut Sang Marbudyengrat mustahil akan ada sabda keluhuran di tempat seperti ini sia-sialah usahamu mencarinya tanpa peduli segala bahaya.
sang Sena semakin termangu menduga-duga, dan akhirnya sadar bahwa makhluk ini pastilah seorang dewa ah, paduka tuan, gelap pekat rasa hatiku. entahlah apa sebenarnya yang aku cari ini. dan siapa sebenarnya diriku ini.
ketahuilah anakku, akulah yang disebut Dewa Ruci, atau sang Marbudyengrat yang tahu segalanya tentang dirimu anakku yang keturunan hyang Guru dari hyang Brahma, anak Kunti, keturunan Wisnu yang hanya beranak tiga, Yudistira, dirimu, dan Janaka. yang bersaudara dua lagi Nakula dan Sadewa dari ibunda Madrim si putri Mandraka. datangmu kemari atas perintah gurumu dahyang durna untuk mencari tirta pawitra yang tak pernah ada di sini.
bila demikian, pukulun, wejanglah aku seperlunya agar tidak mengalami kegelapan seperti ini terasa bagai keris tanpa sarungnya.
Sabarlah anakku,.memang berat cobaan hidup ingatlah pesanku ini senantiasa jangan berangkat sebelum tahu tujuanmu, jangan menyuap sebelum mencicipnya. tahu hanya berawal dari bertanya, bisa berpangkal dari meniru, sesuatu terwujud hanya dari tindakan.
Janganlah bagai orang gunung membeli emas, mendapat besi kuning pun puas menduga mendapat emas bila tanpa dasar, bakti membuta pun akan bisa menyesatkan.
Duh pukulun, tahulah sudah di mana salah hamba bertindak tanpa tahu asal tujuan sekarang hamba pasrah jiwaraga terserah paduka.
Nah, bila benar ucapanmu, segera masuklah ke dalam diriku. lanjut Sang Marbudyengrat.
Sang Sena tertegun tak percaya mendengarnya ah, mana mungkin hamba bisa melakukannya paduka hanyalah anak bajang sedangkan tubuh hamba sebesar bukit kelingking pun tak akan mungkin muat.
wahai Werkudara si dungu anakku, sebesar apa dirimu dibanding alam semesta? seisi alam ini pun bisa masuk ke dalam diriku, jangankan lagi dirimu yang hanya sejentik noktah di alam.
Mendengar ucapan sang dewaruci sang bima merasa kecil seketika, dan segera melompat masuk ke telinga kiri sang dewaruci yang telah terangsur ke arahnya.
Heh, Werkudara, katakanlah sejelas-jelasnya segala yang kau saksikan di sana.
Hanya tampak samudera luas tak bertepi, ucap sang sena. alam awang-uwung tak berbatas hamba semakin bingung tak tahu mana utara selatan atas bawah depan belakang.
Janganlah mudah cemas, ujar sang dewaruci yakinilah bahwa di setiap kebimbangan senantiasa akan ada pertolongan dewata dalam seketika sang bima menemukan kiblat dan melihat surya setelah hati kembali tenang tampaklah sang Dewa Ruci di jagad walikan.
Heh, Sena! ceritakanlah dengan cermat segala yang kau saksikan! awalnya terlihat cahaya terang memancar, kata sang sena kemudian disusul cahaya hitam, merah, kuning, putih. apakah gerangan semua itu?
ketahuilah Werkudara, cahaya terang itu adalah pancamaya, penerang hati, yang disebut mukasipat, penunjuk ke kesejatian, pembawa diri ke segala sifat lebih. cahaya empat warna, itulah warna hati hitam merah kuning adalah penghalang cipta yang kekal, hitam melambangkan nafsu amarah, merah nafsu angkara, kuning nafsu memiliki. hanya si putih-lah yang bisa membawamu ke budi jatmika dan sanggup menerima sasmita alam, namun selalu terhalangi oleh ketiga warna yang lain hanya sendiri tanpa teman melawan tiga musuh abadi. hanya bisa menang dengan bantuan sang suksma. adalah nugraha bila si putih bisa kau menangkan di saat itulah dirimu mampu menembus segala batas alam tanpa belajar.
Duhai pukulun, sedikit tercerahkan hati hamba oleh wejanganmu setelah lenyap empat cahaya, muncullah nyala delapan warna, ada yang bagai ratna bercahaya, ada yang maya-maya, ada yang menyala berkobar.
Itulah kesejatian yang tunggal, anakku terkasih semuanya telah senantiasa ada dalam diri setiap mahluk ciptaan. sering disebut jagad agung jagad cilik dari sanalah asal kiblat dan empat warna hitam merah kuning putih seusai kehidupan di alam ini semuanya akan berkumpul menjadi satu, tanpa terbedakan lelaki perempuan tua muda besar kecil kaya miskin, akan tampak bagai lebah muda kuning gading amatilah lebih cermat, wahai werkudara anakku.
Semakin cerah rasa hati hamba. kini tampak putaran berwarna gading, bercahaya memancar. warna sejatikah yang hamba saksikan itu?
Bukan, anakku yang dungu, bukan, berusahalah segera mampu membedakannya zat sejati yang kamu cari itu tak berbentuk tak terlihat, tak bertempat-pasti namun bisa dirasa keberadaannya di sepenuh jagad ini. sedang putaran berwarna gading itu adalah pramana yang juga tinggal di dalam raga namun bagaikan tumbuhan simbar di pepohonan ia tidak ikut merasakan lapar kenyang haus lelah ngantuk dan sebagainya. dialah yang menikmati hidup sejati dihidupi oleh sukma sejati, ialah yang merawat raga tanpanya raga akan terpuruk menunjukkan kematian.
Pukulun, jelaslah sudah tentang pramana dalam kehidupan hamba lalu bagaimana wujudnya zat sejati itu?
Itu tidaklah mudah dijelaskan, ujar sang dewa ruci, gampang-gampang susah sebelum hal itu dijelaskan.
kejar sang bima, hamba tak ingin keluar dari tempat ini serba nikmat aman sejahtera dan bermanfaat terasa segalanya.
Itu tak boleh terjadi, bila belum tiba saatnya, hai werkudara mengenai zat sejati, engkau akan menemukannya sendiri setelah memahami tentang penyebab gagalnya segala laku serta bisa bertahan dari segala goda, di saat itulah sang suksma akan menghampirimu, dan batinmu akan berada di dalam sang suksma sejati janganlah perlakukan pengetahuan ini seperti asap dengan api, bagai air dengan ombak, atau minyak dengan susu perbuatlah, jangan hanya mempercakapkannya belaka jalankanlah sepenuh hati setelah memahami segala makna wicara kita ini jangan pernah punya sesembahan lain selain sang maha luhur pakailah senantiasa keempat pengetahuan ini pengetahuan kelima adalah pengetahuan antara, yaitu mati di dalam hidup, hidup di dalam mati hidup yang kekal, semuanya sudah berlalu tak perlu lagi segala aji kawijayan, semuanya sudah termuat di sini.
maka habislah wejangan sang dewaruci, sang Guru merangkul sang Bima dan membisikkan segala rahasia.
Rasa terang, bercahaya seketika wajah sang Sena menerima wahyu kebahagiaan bagaikan kuntum bunga yang telah mekar. menyebarkan keharuman dan keindahan memenuhi alam semesta.
Dan... blassss . . . ! sudah keluarlah sang Bima dari raga Dewa Ruci sang Marbudyengrat kembali ke alam nyata di tepian samodera luas sunyi tanpa sang Dewa Ruci . sang bima melompat ke daratan dan melangkah kembali siap menyongsong dan menyusuri rimba belantara kehidupan.
Disinilah Bima mendapatkan pencerahan rohani, ketemu dengan Suksma Sejati yang sebenarnya berada didalam diri Bima sendiri, tak pernah berpisah. Pertemuan Bima dengan Dewa Suksma Ruci adalah perlambang dari Manunggaling Kawulo Gusti, Manunggalnya Kawulo Gusti, hamba dengan Tuhan, dimana si anak manusia tentram bahagia dalam pengayoman cahaya keagungan Tuhan.
Mulai saat tersebut, Bima dengan pasti telah menggegam erat kehidupan sejati yang bagi kebanyakan orang masih saja merupakan teka-teki dan misteri. Laku spiritual Bima perlu dicermati, sebagai salah satu usaha batin yang efektif, untuk mendapatkan pencerahan.
Air Suci Prawitasari
Semua bermula ketika Bima disuruh oleh Guru Durna untuk menemukan Air Suci Prawitasari, supaya hidupnya benar-benar tentram bahagia.
Prawita dari pawita artinya bersih, suci; sari adalah inti. Jadi, Air Suci Prawitasari adalah inti dari Ngelmu Suci – The essence of divine spiritual knowledge.
Guru Durna menilai bahwa sudah saatnya Bima mendapatkan tataran ngelmu yang lebih tinggi. Menurut pengamatannya , Bima sampai saat ini telah berhasil menyelesaikan banyak tugas dalam bidang keduniawian, dia mampu karena pandai dan prigel dan dia punya budi luhur dan sikap mental yang baik.
Laku spiritual
Dalam usaha untuk menemukan Air Suci Prawitasari, dalam kisah wayang Dewa Ruci, Bima harus berjuang mati-matian seorang diri. Dibawah ini rintangan –rintangan yang harus disingkarkan :
Hutan Tikbrasara
Atas petunjuk gurunya, Bima menyeruak hutan lebat Tikbrasara yang seram dan banyak binatang buasnya. Bahaya yang dihadapi besar sekali, maut selalu menanti.
Sebenarnya Tikbrasa merupakan pralambang. Tikbra artinya prihatin; sara artinya tajam. Ini merupakan pelajaran untuk mencapai cipta yang tajam dan benar, dalam istilah spiritual umum adalah visualisasi yang tajam sehingga tujuan tercapai.
Gunung Reksamuka
Bima harus mendaki kepuncak gunung yang tinggi, melewati jalan terjal berkelok-kelok.. Dia berani menghadapi resiko apapun.
Ini juga pralambang, maksudnya harus mampu menjaga fokus pandangan mata. Pengalaman menjelajah hutan Tikbrasara dan mendaki gunung Reksamuka adalah merupakan pelajaran sikap dalam melakukan meditasi atau samadi.
Siapkan diri baik-baik sebelumnya dengan membersihkan raga dan jiwa ( istilahnya :sesuci). Bersikap santai, pasrah. Fokuskan pandangan mata kepuncak gunung, yaitu kepucuk hidung.Yang samadi, batinnya naik ketempat yang tinggi. Dalam istilah kebatinan Kejawen dikatakan : bagai mendaki Tursina. Tur artinya gunung; sina adalah tempat yang tinggi.
Mengalahkan Rukmuka dan Rukmakala
Dihutan, Bima berhasil menaklukkan dua raksasa yang berwajah bengis menakutkan, yaitu Rukmuka dan Rukmakala.
Ini juga pralambang. Supaya meditasinya berhasil, kedua halangan besar itu harus disingkirkan.
Bagaimana bisa pasrah sumarah dalam samadi kalau pikiran ke Rukmuka artinya mau melahap makanan-makanan enak mewah yang sebenarnya ruk ( merusak) kesehatan tubuh dan pikiran.
Orang-orang tua suka memberi nasihat : Boleh makan secukupnya saja dan makanan yang sehat, diutamakan sayur dan buah. Kalau terlalu banyak makan lemak dan daging, selain tidak baik untuk kesehatan, juga tidak baik untuk spiritualitas.
Rukmakala adalah rukma( emas) yang kala ( membahayakan).Maksudnya , pikiran jangan maunya kekayaan materi yang melimpah melulu. Itu halangan untuk laku spiritualitas dan samadi.
Itulah kenapa, Bima harus mengalahkan Rukmuka dan Rukmakala.
Samudra dan Ular
Ternyata Air Suci Prawitasari tidak ada dihutan dan digunung.Bima yakin apa yang dicari ada didalam samudra.
Samudra mengingatkan kepada kata “samudra pangaksama” artinya punyailah hati yang lapang, jadilah orang yang pemaaf.
Bima meneruskan perjalanan dan tanpa ragu masuk ke samudra. Belum lama berada diair, Bima sudah mau diterkam seekor Ular Laut Raksasa. Bima bukan orang penakut, ular laut itu dihadapinya.
Ular disini melambangkan sifat-sifat jahat yang harus dilawan. Sesudah ular, yaitu sifat-sifat jahat berhasil disingkirkan, lalu sifat-sifat yang baik perlu dipertahankan dan dilakukan, antara lain :
Tidak iri kepada orang lain yang maju dan berhasil. Tidak susah yang berlebihan sewaktu kekayaannya berkurang ( bahasa Jawa : Rila).
Selau bersikap baik dan benar ( Legawa).
Menjalani kehidupan dengan rasa syukur dan dengan sadar. ( Nrima).
Rendah hati, sabar. Walau dijahati orang, tidak membalas, tidak dendam ( Anoraga).
Tahu dengan sadar yang salah dan yang benar. Ingat kepada yang sejati. ( Eling).
Tidak pernah bosan berbuat yang benar, antara lain untuk melakukan samadi.( Santosa).
Tentram hatinya, melupakan kesalahan masa lalu dan kerugian-kerugian yang pernah dialami diwaktu silam. ( Gembira).
Selalu berniat dan berbuat baik untuk kepentingan semua pihak ( Rahayu).
Menjaga kesehatan badan, raga dirawat supaya tetap sehat, dipergunakan untuk berkiprah positif .Kalau sakit dihusada/diobati.( Wilujeng).
Selalu belajar dan mempelajari ilmu dan ngelmu yang benar ( Marsudi kawruh).
Melakukan samadi rutin, teratur dan disetiap saat terpanggil.
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari supaya bersikap ngurang-ngurangi, misalnya makan pada waktu sudah lapar, makannya tidak perlu banyak, secukupnya saja. Minum pada waktu haus dan tidak usah memilih minuman yang enak-enak. Tidur pada waktu sudah mengantuk, tidak perlu dikasur yang empuk dan mewah, yang sederhana saja asalkan bersih dan sehat.Jangan suka ngomong dibelakang dan menjelek-jelekkan orang lain.Selalu bersikap positif dalam menjalani hidup ini. Bercinta dalam batas takaran dan sebaiknya dengan pasangannya yang sah.
Bertemu Dewa Suksma Ruci
Sesudah Bima berhasil menyingkirkan semua hambatan, mendadak tanpa persiapan apapun , dia bertemu dengan Dewa mungil yang bercahaya terang tetapi tidak menyilaukan ,rupanya mirip benar dengan dirinya, namanya Dewa Suksma Ruci(sang Marbudyengrat).
Termangu sang Bima di tepian samudera, dibelai kehangatan alun ombak setinggi betis, tak ada lagi tempat bertanya. Dewa Ruci, sang Marbudyengrat, memandangnya dengan iba dari kejauhan, tahu belaka bahwa tirta Pawitra memang tak pernah ada dan mustahil akan pernah bisa ditemukan oleh manusia mana pun. menghampir Sang Dewa Ruci sambil menyapa: 'apa yang kau cari, hai Werkudara, hanya ada bencana dan kesulitan yang ada di sini di tempat sesunyi dan sekosong ini'
Terkejut sang Sena dan mencari ke kanan kiri setelah melihat sang penanya ia bergumam: 'makhluk apa lagi ini, sendirian di tengah samudera sunyi kecil mungil tapi berbunyi pongah dan jumawa?
serba sunyi di sini, lanjut Sang Marbudyengrat mustahil akan ada sabda keluhuran di tempat seperti ini sia-sialah usahamu mencarinya tanpa peduli segala bahaya.
sang Sena semakin termangu menduga-duga, dan akhirnya sadar bahwa makhluk ini pastilah seorang dewa ah, paduka tuan, gelap pekat rasa hatiku. entahlah apa sebenarnya yang aku cari ini. dan siapa sebenarnya diriku ini.
ketahuilah anakku, akulah yang disebut Dewa Ruci, atau sang Marbudyengrat yang tahu segalanya tentang dirimu anakku yang keturunan hyang Guru dari hyang Brahma, anak Kunti, keturunan Wisnu yang hanya beranak tiga, Yudistira, dirimu, dan Janaka. yang bersaudara dua lagi Nakula dan Sadewa dari ibunda Madrim si putri Mandraka. datangmu kemari atas perintah gurumu dahyang durna untuk mencari tirta pawitra yang tak pernah ada di sini.
bila demikian, pukulun, wejanglah aku seperlunya agar tidak mengalami kegelapan seperti ini terasa bagai keris tanpa sarungnya.
Sabarlah anakku,.memang berat cobaan hidup ingatlah pesanku ini senantiasa jangan berangkat sebelum tahu tujuanmu, jangan menyuap sebelum mencicipnya. tahu hanya berawal dari bertanya, bisa berpangkal dari meniru, sesuatu terwujud hanya dari tindakan.
Janganlah bagai orang gunung membeli emas, mendapat besi kuning pun puas menduga mendapat emas bila tanpa dasar, bakti membuta pun akan bisa menyesatkan.
Duh pukulun, tahulah sudah di mana salah hamba bertindak tanpa tahu asal tujuan sekarang hamba pasrah jiwaraga terserah paduka.
Nah, bila benar ucapanmu, segera masuklah ke dalam diriku. lanjut Sang Marbudyengrat.
Sang Sena tertegun tak percaya mendengarnya ah, mana mungkin hamba bisa melakukannya paduka hanyalah anak bajang sedangkan tubuh hamba sebesar bukit kelingking pun tak akan mungkin muat.
wahai Werkudara si dungu anakku, sebesar apa dirimu dibanding alam semesta? seisi alam ini pun bisa masuk ke dalam diriku, jangankan lagi dirimu yang hanya sejentik noktah di alam.
Mendengar ucapan sang dewaruci sang bima merasa kecil seketika, dan segera melompat masuk ke telinga kiri sang dewaruci yang telah terangsur ke arahnya.
Heh, Werkudara, katakanlah sejelas-jelasnya segala yang kau saksikan di sana.
Hanya tampak samudera luas tak bertepi, ucap sang sena. alam awang-uwung tak berbatas hamba semakin bingung tak tahu mana utara selatan atas bawah depan belakang.
Janganlah mudah cemas, ujar sang dewaruci yakinilah bahwa di setiap kebimbangan senantiasa akan ada pertolongan dewata dalam seketika sang bima menemukan kiblat dan melihat surya setelah hati kembali tenang tampaklah sang Dewa Ruci di jagad walikan.
Heh, Sena! ceritakanlah dengan cermat segala yang kau saksikan! awalnya terlihat cahaya terang memancar, kata sang sena kemudian disusul cahaya hitam, merah, kuning, putih. apakah gerangan semua itu?
ketahuilah Werkudara, cahaya terang itu adalah pancamaya, penerang hati, yang disebut mukasipat, penunjuk ke kesejatian, pembawa diri ke segala sifat lebih. cahaya empat warna, itulah warna hati hitam merah kuning adalah penghalang cipta yang kekal, hitam melambangkan nafsu amarah, merah nafsu angkara, kuning nafsu memiliki. hanya si putih-lah yang bisa membawamu ke budi jatmika dan sanggup menerima sasmita alam, namun selalu terhalangi oleh ketiga warna yang lain hanya sendiri tanpa teman melawan tiga musuh abadi. hanya bisa menang dengan bantuan sang suksma. adalah nugraha bila si putih bisa kau menangkan di saat itulah dirimu mampu menembus segala batas alam tanpa belajar.
Duhai pukulun, sedikit tercerahkan hati hamba oleh wejanganmu setelah lenyap empat cahaya, muncullah nyala delapan warna, ada yang bagai ratna bercahaya, ada yang maya-maya, ada yang menyala berkobar.
Itulah kesejatian yang tunggal, anakku terkasih semuanya telah senantiasa ada dalam diri setiap mahluk ciptaan. sering disebut jagad agung jagad cilik dari sanalah asal kiblat dan empat warna hitam merah kuning putih seusai kehidupan di alam ini semuanya akan berkumpul menjadi satu, tanpa terbedakan lelaki perempuan tua muda besar kecil kaya miskin, akan tampak bagai lebah muda kuning gading amatilah lebih cermat, wahai werkudara anakku.
Semakin cerah rasa hati hamba. kini tampak putaran berwarna gading, bercahaya memancar. warna sejatikah yang hamba saksikan itu?
Bukan, anakku yang dungu, bukan, berusahalah segera mampu membedakannya zat sejati yang kamu cari itu tak berbentuk tak terlihat, tak bertempat-pasti namun bisa dirasa keberadaannya di sepenuh jagad ini. sedang putaran berwarna gading itu adalah pramana yang juga tinggal di dalam raga namun bagaikan tumbuhan simbar di pepohonan ia tidak ikut merasakan lapar kenyang haus lelah ngantuk dan sebagainya. dialah yang menikmati hidup sejati dihidupi oleh sukma sejati, ialah yang merawat raga tanpanya raga akan terpuruk menunjukkan kematian.
Pukulun, jelaslah sudah tentang pramana dalam kehidupan hamba lalu bagaimana wujudnya zat sejati itu?
Itu tidaklah mudah dijelaskan, ujar sang dewa ruci, gampang-gampang susah sebelum hal itu dijelaskan.
kejar sang bima, hamba tak ingin keluar dari tempat ini serba nikmat aman sejahtera dan bermanfaat terasa segalanya.
Itu tak boleh terjadi, bila belum tiba saatnya, hai werkudara mengenai zat sejati, engkau akan menemukannya sendiri setelah memahami tentang penyebab gagalnya segala laku serta bisa bertahan dari segala goda, di saat itulah sang suksma akan menghampirimu, dan batinmu akan berada di dalam sang suksma sejati janganlah perlakukan pengetahuan ini seperti asap dengan api, bagai air dengan ombak, atau minyak dengan susu perbuatlah, jangan hanya mempercakapkannya belaka jalankanlah sepenuh hati setelah memahami segala makna wicara kita ini jangan pernah punya sesembahan lain selain sang maha luhur pakailah senantiasa keempat pengetahuan ini pengetahuan kelima adalah pengetahuan antara, yaitu mati di dalam hidup, hidup di dalam mati hidup yang kekal, semuanya sudah berlalu tak perlu lagi segala aji kawijayan, semuanya sudah termuat di sini.
maka habislah wejangan sang dewaruci, sang Guru merangkul sang Bima dan membisikkan segala rahasia.
Rasa terang, bercahaya seketika wajah sang Sena menerima wahyu kebahagiaan bagaikan kuntum bunga yang telah mekar. menyebarkan keharuman dan keindahan memenuhi alam semesta.
Dan... blassss . . . ! sudah keluarlah sang Bima dari raga Dewa Ruci sang Marbudyengrat kembali ke alam nyata di tepian samodera luas sunyi tanpa sang Dewa Ruci . sang bima melompat ke daratan dan melangkah kembali siap menyongsong dan menyusuri rimba belantara kehidupan.
Minggu, 31 Oktober 2010
Kontemplasi Hati
Apakah kita semua lupa?
Apakah kita semua lalai?
Apakah memang kita semua tidak mau tahu?
Ketika ekonomi dan politik menjadi taghut-taghut yang kita sembah, Ketika intelektualitas dan logika menjadi sesembahan kita, Ketika kehidupan hedonistis menjadi berhala kita, Bahkan, ketika agama dan syari’at pun kita jadikan Tuhan, Nampaknya, Kita semua lupa, Kita semua lalai, Atau bahkan sebenarnya kita semua munafik, Diam-diam…, Syirik musyrik telah membius diri, Bid’ah dan sesat telah merasuk dalam darah, Pantas… Jika Allah menurunkan azab-Nya, Sangat pantas… Jika Allah dengan kasih-Nya memberikan pelajaran, “Asyhadu ala ilaha ilallah, wa asyhadu ana Muhammaddan rasulullah, Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, La hawla wala quwata ila bilahil aliyul adzhim,” Patut kita akui, Nyatanya kita memang terlupa, Hanya sorga menjadi tujuan kita, Hanya rizqi menjadi dambaan kita, Nyatanya kita memang terlupa, Sesungguhnya Allah lah pencipta sorga dan rizqi, Semestinya…, “Ilahi anta maqsudi wa ridhoka mathlubi, Allah adalah tujuanku dan ridho Allah yang kucari”
Apakah kita semua lalai?
Apakah memang kita semua tidak mau tahu?
Ketika ekonomi dan politik menjadi taghut-taghut yang kita sembah, Ketika intelektualitas dan logika menjadi sesembahan kita, Ketika kehidupan hedonistis menjadi berhala kita, Bahkan, ketika agama dan syari’at pun kita jadikan Tuhan, Nampaknya, Kita semua lupa, Kita semua lalai, Atau bahkan sebenarnya kita semua munafik, Diam-diam…, Syirik musyrik telah membius diri, Bid’ah dan sesat telah merasuk dalam darah, Pantas… Jika Allah menurunkan azab-Nya, Sangat pantas… Jika Allah dengan kasih-Nya memberikan pelajaran, “Asyhadu ala ilaha ilallah, wa asyhadu ana Muhammaddan rasulullah, Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, La hawla wala quwata ila bilahil aliyul adzhim,” Patut kita akui, Nyatanya kita memang terlupa, Hanya sorga menjadi tujuan kita, Hanya rizqi menjadi dambaan kita, Nyatanya kita memang terlupa, Sesungguhnya Allah lah pencipta sorga dan rizqi, Semestinya…, “Ilahi anta maqsudi wa ridhoka mathlubi, Allah adalah tujuanku dan ridho Allah yang kucari”
ADAB (AJARAN) NAQSHBANDIYAH
TARIQAT Naqshbandiyah mempunyai prinsip asasnya yang tersendiri yang telah diasaskan oleh Hadhrat Khwajah Khwajahgan Maulana Syeikh ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih. Ia telah meletakkan lapan prinsip asas ini sebagai dasar Tariqat Naqshbandiyah. Prinsip-prinsip ini dinyatakannya dalam sebutan bahasa Parsi dan mengandungi pengertian dan pangajaran yang amat tinggi nilainya. Adapun prinsip-prinsipnya adalah seperti berikut:
· 1. Yad Kard
· 2. Baz Gasht
· 3. Nigah Dasyat
· 4. Yad Dasyat
· 5. Hosh Dar Dam
· 6. Nazar Bar Qadam
· 7. Safar Dar Watan
· 8. Khalwat Dar Anjuman
Hadhrat Syeikh Muhammad Parsa Rahmatullah ‘alaih yang merupakan sahabat, khalifah dan penulis riwayat Hadhrat Maulana Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah menyatakan di dalam kitabnya bahawa ajaran Tariqat Hadhrat Khwajah Maulana Syeikh Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih berkenaan zikir dan ajaran lapan prinsip asas seperti yang dinyatakan di atas turut dianuti dan diamalkan oleh 40 jenis Tariqat. Tariqat lain menjadikan asas ini sebagai panduan kepada jalan kebenaran yang mulia iaitu jalan kesedaran dalam menuruti Sunnah Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan meninggalkan sebarang bentuk Bida’ah dan bermujahadah melawan hawa nafsu. Kerana itulah Hadhrat Khwajah Maulana Syeikh Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih mencapai ketinggian Ruhani dan menjadi seorang Mahaguru Tariqat dan penghulu pemimpin keruhanian pada zamannya.
1. YAD KARD
Yad bererti ingat yakni Zikir. Perkataan Kard pula bagi menyatakan kata kerja bagi ingat yakni pekerjaan mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan ianya merupakan zat bagi zikir. Berkata Para Masyaikh, Yad Kard bermaksud melakukan zikir mengingati Tuhan dengan menghadirkan hati. Murid yang telah melakukan Bai‘ah dan telah ditalqinkan dengan zikir hendaklah senantiasa sibuk mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan kalimah zikir yang telah ditalqinkan.
Zikir yang telah ditalqinkan oleh Syeikh adalah zikir yang akan membawa seseorang murid itu mencapai ketinggian darjat Ruhani. Syeikh akan mentalqinkan zikir kepada muridnya sama ada Zikir Ismu Zat ataupun Zikir Nafi Itsbat secara Lisani ataupun Qalbi. Seseorang murid hendaklah melakukan zikir yang sebanyak-banyaknya dan sentiasa menyibukkan dirinya dengan berzikir. Pada setiap hari, masa dan keadaan, sama ada dalam keadaaan berdiri atau duduk atau berbaring ataupun berjalan, hendaklah sentiasa berzikir.
Pada lazimnya seseorang yang baru menjalani Tariqat Naqshbandiyah ini, Syeikh akan mentalqinkan kalimah Ismu Zat iaitu lafaz Allah sebagai zikir yang perlu dilakukan pada Latifah Qalb tanpa menggerakkan lidah. Murid hendaklah berzikir Allah Allah pada latifah tersebut sebanyak 24 ribu kali sehari semalam setiap hari sehingga terhasilnya cahaya Warid.
Ada sebahagian Syeikh yang menetapkan jumlah permulaan sebanyak lima ribu kali sehari semalam dan ada juga yang menetapkannya sehingga tujuh puluh ribu kali sehari semalam.
Seterusnya murid hendaklah mengkhabarkan segala pengalaman Ruhaniahnya kepada Syeikh apabila menerima Warid tersebut. Begitulah pada setiap Latifah, murid hendaklah berzikir sebanyak-banyaknya pada kesemua Latifah seperti yang diarahkan oleh Syeikh sehingga tercapainya Warid. Mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara sempurna adalah dengan berzikir menghadirkan hati ke Hadhrat ZatNya.
Setelah Zikir Ismu Zat dilakukan pada setiap Latifah dengan sempurna, Syeikh akan mentalqinkan pula Zikir Nafi Itsbat iaitu kalimah LA ILAHA ILLA ALLAH yang perlu dilakukan sama ada secara Lisani iaitu menerusi lidah atau secara Qalbi iaitu berzikir menerusi lidah hati.
Zikir Nafi Itsbat perlu dilakukan menurut kaifiyatnya. Syeikh akan menentukan dalam bentuk apa sesuatu zikir itu perlu dilakukan. Yang penting bagi Salik adalah menyibukkan diri dengan zikir yang telah ditalqinkan oleh Syeikh sama ada ianya Zikir Ismu Zat ataupun Zikir Nafi Itsbat. Salik hendaklah memelihara zikir dengan hati dan lidah dengan menyebut Allah Allah iaitu nama bagi Zat Tuhan yang merangkumi kesemua Nama-NamaNya dan Sifat-SifatNya yang mulia serta dengan menyebut Zikir Nafi Itsbat menerusi kalimah LA ILAHA ILLA ALLAH dengan sebanyak-banyaknya. Salik hendaklah melakukan Zikir Nafi Itsbat sehingga dia mencapai kejernihan hati dan tenggelam di dalam Muraqabah. Murid hendaklah melakukan Zikir Nafi Itsbat sebanyak 5 ribu ke 10 ribu kali setiap hari bagi menanggalkan segala kekaratan hati. Zikir tersebut akan membersihkan hati dan membawa seseorang itu kepada Musyahadah.
Zikir Nafi Itsbat menurut Akabirin Naqshbandiyah, seseorang murid yang baru itu hendaklah menutup kedua matanya, menutup mulutnya, merapatkan giginya, menongkatkan lidahnya ke langit-langit dan menahan nafasnya. Dia hendaklah mengucapkan zikir ini dengan hatinya bermula dari kalimah Nafi dan seterusnya kalimah Itsbat. Bagaimanapun, bagi murid yang telah lama hendaklah membukakan kedua matanya dan tidak perlu menahan nafasnya.
Bermula dari kalimah Nafi iaitu LA yang bererti Tiada, dia hendaklah menarik kalimah LA ini dari bawah pusatnya ke atas hingga ke otak. Apabila kalimah LA mencapai otak, ucapkan pula kalimah ILAHA di dalam hati yang bererti Tuhan. Kemudian hendaklah digerakkan dari otak ke bahu kanan sambil menyebut ILLA yang bererti Melainkan, lalu menghentakkan kalimah Itsbat iaitu ALLAH ke arah Latifah Qalb. Sewaktu menghentakkan kalimah ALLAH ke arah Qalb, hendaklah merasakan bahawa kesan hentakan itu mengenai kesemua Lataif di dalam tubuh badan.
Zikir yang sebanyak-banyaknya akan membawa seseorang Salik itu mencapai kepada kehadiran Zat Allah dalam kewujudan secara Zihni yakni di dalam pikiran. Salik hendaklah berzikir dalam setiap nafas yang keluar dan masuk. Yad Kard merupakan amalan dipikiran yang bertujuan pikiran hendaklah sentiasa menggesa diri supaya sentiasa ingat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan melakukan zikir bagi mengingati ZatNya. Pekerjaan berzikir mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah suatu amalan yang tiada batas dan had. Ianya boleh dikerjakan pada sebarang keadaan, masa dan tempat. Hendaklah sentiasa memperhatikan nafas supaya setiap nafas yang keluar dan masuk itu disertai ingatan terhadap Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
2. BAZ GASHT
Baz Gasht bererti kembali. Menurut Para Masyaikh, maksudnya ialah seseorang yang melakukan zikir dengan menggunakan lidah hati menyebut Allah Allah dan LA ILAHA ILLA ALLAH, begitulah juga setelah itu hendaklah mengucapkan di dalam hati dengan penuh khusyuk dan merendahkan diri akan ucapan ini:
“Ilahi Anta Maqsudi, Wa Ridhoka Matlubi, A’tini Mahabbataka Wa Ma’rifataka”
Yang bererti, “Wahai Tuhanku Engkaulah maksudku dan keredhaanMu tuntutanku, kurniakanlah Cinta dan Makrifat ZatMu.”
Ianya merupakan ucapan Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, ucapan ini akan meningkatkan tahap kesedaran kepada kewujudan dan Keesaan Zat Tuhan, sehingga dia mencapai suatu tahap dimana segala kewujudan makhluk terhapus pada pandangan matanya. Apa yang dilihatnya walau ke mana jua dia memandang, yang dilihatnya hanyalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ucapan kata-kata ini juga memberikan kita pengertian bahawa hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menjadi maksud dan matlamat kita dan tidak ada tujuan lain selain untuk mendapatkan keredhaanNya. Salik hendaklah mengucapkan kalimah ini bagi menghuraikan segala rahsia Keesaan Zat Tuhan dan supaya terbuka kepadanya keunikan hakikat Kehadiran Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sebagai murid, tidak boleh meninggalkan zikir kalimah ini meskipun tidak merasakan sebarang kesan pada hati. Dia hendaklah tetap meneruskan zikir kalimah tersebut sebagai menuruti anjuran Syeikhnya.
Makna Baz Gasht ialah kembali kepada Allah Yang Maha Tinggi Lagi Maha Mulia dengan menunjukkan penyerahan yang sempurna, mentaati segala kehendakNya dan merendahkan diri dengan sempurna dalam memuji ZatNya. Adapun lafaz Baz Gasht dalam bahasa Parsi seperti yang diamalkan oleh Para Akabirin Naqshabandiyah Mujaddidiyah adalah seperti berikut:
“Khudawandah, Maqsudi Man Tui Wa Ridhai Tu, Tarak Kardam Dunya Wa Akhirat Baraey Tu, Mahabbat Wa Ma’rifati Khud Badih.”
Yang bererti, “Tuhanku, maksudku hanyalah Engkau dan keredaanMu, telahku lepaskan Dunia dan Akhirat kerana Engkau, kurniakanlah Cinta dan Makrifat ZatMu.”
Pada permulaan, jika Salik sendiri tidak memahami hakikat kebenaran ucapan kata-kata ini, hendaklah dia tetap juga menyebutnya kerana menyebut kata-kata itu dengan hati yang khusyuk dan merendahkan diri akan menambahkan lagi pemahamannya dan secara sedikit demi sedikit Salik itu akan merasai hakikat kebenaran perkataan tersebut dan Insya Allah akan merasai kesannya. Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menyatakan dalam doanya, “Ma Zakarnaka Haqqa Zikrika Ya Mazkur.” Yang bererti, “Kami tidak mengingatiMu dengan hak mengingatiMu secara yang sepatutnya, Wahai Zat yang sepatutnya diingati.”
Seseorang Salik itu tidak akan dapat hadir ke Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerusi zikirnya dan tidak akan dapat mencapai Musyahadah terhadap rahsia-rahsia dan sifat-sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerusi zikirnya jika dia tidak berzikir dengan sokongan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menerusi ingatan Allah Subhanahu Wa Ta’ala terhadap dirinya.
Seorang Salik itu tidak akan dapat berzikir dengan kemampuan dirinya bahkan dia hendaklah sentiasa menyedari bahawa Allah Subhanahu Wa Ta’ala lah yang sedang berzikir menerusi dirinya. Hadhrat Maulana Syeikh Abu Yazid Bistami Rahmatullah ‘alaih telah berkata, “Apabila daku mencapai ZatNya, daku melihat bahawa ingatanNya terhadap diriku mendahului ingatanku terhadap diriNya.”
3. NIGAH DASYAT
Nigah bererti menjaga, mengawasi, memelihara dan Dasyat pula bererti melakukannya dengan bersungguh-sungguh. Maksudnya ialah seseorang Salik itu sewaktu melakukan zikir hendaklah sentiasa memelihara hati dari sebarang khatrah lintasan hati dan was-was Syaitan dengan bersungguh-sungguh. Jangan biarkan khayalan kedukaan memberi kesan kepada hati.
Setiap hari hendaklah melapangkan masa selama sejam ke dua jam ataupun lebih untuk memelihara hati dari segala ingatan selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Selain DiriNya, jangan ada sebarang khayalan pada pikiran dan hati. Lakukan latihan ini sehingga segala sesuatu selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala, segala-galanya menjadi lenyap.
Nigah Dasyat juga bermakna seseorang Salik itu mesti memperhatikan hatinya dan menjaganya dengan menghindarkan sebarang ingatan yang buruk masuk ke dalam hati. Ingatan dan keinginan yang buruk akan menjauhkan hati dari kehadiran Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kesufian yang sebenar adalah daya untuk memelihara hati dari ingatan yang buruk dan memeliharanya dari sebarang keinginan yang rendah. Seseorang yang benar-benar mengenali hatinya akan dapat mengenali Tuhannya. Di dalam Tariqat Naqshbandiyah ini, seseorang Salik yang dapat memelihara hatinya dari sebarang ingatan yang buruk selama 15 minit adalah merupakan suatu pencapaian yang besar dan menjadikannya layak sebagai seorang ahli Sufi yang benar.
Hadhrat Maulana Shah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih menyatakan di dalam kitabnya Idhahut Tariqah bahawa, “Nigah Dasyat adalah merupakan syarat ketika berzikir, bahawa ketika berzikir hendaklah menghentikan segala khayalan serta was-was dan apabila sebarang khayalan yang selain Allah terlintas di dalam hati maka pada waktu itu juga hendaklah dia menjauhkannya supaya khayalan Ghairullah tidak menduduki hati.”
Hadhrat Maulana Syeikh Abul Hassan Kharqani Rahmatullah ‘alaih pernah berkata, “Telah berlalu 40 tahun dimana Allah sentiasa melihat hatiku dan telah melihat tiada sesiapa pun kecuali DiriNya dan tiada ruang bilik di dalam hatiku untuk selain dari Allah.”
Hadhrat Syeikh Abu Bakar Al-Qittani Rahmatullah ‘alaih pernah berkata, “Aku menjadi penjaga di pintu hatiku selama 40 tahun dan aku tidak pernah membukanya kepada sesiapa pun kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehinggakan hatiku tidak mengenali sesiapapun kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”
Seorang Syeikh Sufi pernah berkata, “Oleh kerana aku telah menjaga hatiku selama sepuluh malam, hatiku telah menjagaku selama dua puluh tahun.”
4. YAD DASYAT
Yad Dasyat bererti mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan bersungguh-sungguh dengan Zauq Wijdani sehingga mencapai Dawam Hudhur yakni kehadiran Zat Allah secara kekal berterusan dan berada dalam keadaan berjaga-jaga memperhatikan limpahan Faidhz dari sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kesedaran ini diibaratkan sebagai Hudhur Bey Ghibat dan merupakan Nisbat Khassah Naqshbandiyah.
Yad Dasyat juga bermakna seseorang yang berzikir itu memelihara hatinya pada setiap penafian dan pengitsbatan di dalam setiap nafas tanpa meninggalkan Kehadiran Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ianya menghendaki agar Salik memelihara hatinya di dalam Kehadiran Kesucian Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara berterusan. Ini untuk membolehkannya agar dapat merasai kesedaran dan melihat Tajalli Cahaya Zat Yang Esa atau disebut sebagai Anwaruz-Zatil-Ahadiyah.
Menurut Hadhrat Maulana Shah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih, Yad Dasyat merupakan istilah Para Sufi bagi menerangkan keadaan maqam Syuhud atau Musyahadah yang juga dikenali sebagai ‘Ainul Yaqin atau Dawam Hudhur dan Dawam Agahi.
Di zaman para Sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim Ajma’in ianya disebut sebagai Ihsan. Ia merupakan suatu maksud di dalam Tariqah Naqshbandiyah Mujaddidiyah bagi menghasilkan Dawam Hudhur dan Dawam Agahi dengan Hadhrat Zat Ilahi Subhanahu Wa Ta’ala dan di samping itu berpegang dengan ‘Aqidah yang sahih menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan melazimkan diri beramal menuruti Sunnah Nabawiyah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Jika Salik tidak memiliki ketiga-tiga sifat ini iaitu tetap mengingati Zat Ilahi, beri’tiqad dengan ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan menuruti Sunnah Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam ataupun meninggalkan salah satu darinya maka dia adalah terkeluar dari jalan Tariqat Naqshbandiyah, Na’uzu Billahi Minha!
5. HOSH DAR DAM
Hosh bererti sedar, Dar bererti dalam dan Dam bererti nafas, yakni sedar dalam nafas. Seseorang Salik itu hendaklah berada dalam kesedaran bahawa setiap nafasnya yang keluar masuk mestilah beserta kesedaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Jangan sampai hati menjadi lalai dan leka dari kesedaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Dalam setiap nafas hendaklah menyedari kehadiran ZatNya.
Menurut Hadhrat Khwajah Maulana Syeikh Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih bahawa, “Seseorang Salik yang benar hendaklah menjaga dan memelihara nafasnya dari kelalaian pada setiap kali masuk dan keluarnya nafas serta menetapkan hatinya sentiasa berada dalam Kehadiran Kesucian ZatNya dan dia hendaklah memperbaharukan nafasnya dengan ibadah dan khidmat serta membawa ibadah ini menuju kepada Tuhannya seluruh kehidupan, kerana setiap nafas yang disedut dan dihembus beserta KehadiranNya adalah hidup dan berhubung dengan Kehadiran ZatNya Yang Suci. Setiap nafas yang disedut dan dihembus dengan kelalaian adalah mati dan terputus hubungan dari Kehadiran ZatNya Yang Suci.”
Hadhrat Khwajah Maulana Syeikh ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih berkata, “Maksud utama seseorang Salik di dalam Tariqah ini adalah untuk menjaga nafasnya dan seseorang yang tidak dapat menjaga nafasnya dengan baik maka dikatakan kepadanya bahawa dia telah kehilangan dirinya.”
Hadhrat Syeikh Abul Janab Najmuddin Al-Kubra Rahmatullah ‘alaih berkta dalam kitabnya Fawatihul Jamal bahawa, “Zikir adalah sentiasa berjalan di dalam tubuh setiap satu ciptaan Allah sebagai memenuhi keperluan nafas mereka biarpun tanpa kehendak sebagai tanda ketaatan yang merupakan sebahagian dari penciptaan mereka. Menerusi pernafasan mereka, bunyi huruf ‘Ha’ dari nama Allah Yang Maha Suci berada dalam setiap nafas yang keluar masuk dan ianya merupakan tanda kewujudan Zat Yang Maha Ghaib sebagai menyatakan Keunikan dan Keesaan Zat Tuhan. Maka itu amatlah perlu berada dalam kesedaran dan hadir dalam setiap nafas sebagai langkah untuk mengenali Zat Yang Maha Pencipta.”
Nama Allah yang mewakili kesemua Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah dan Af’alNya adalah terdiri dari empat huruf iaitu Alif, Lam, Lam dan Ha.
Para Sufi berkata bahawa Zat Ghaib Mutlak adalah Allah Yang Maha Suci lagi Maha Mulia KetinggianNya dan DiriNya dinyatakan menerusi huruf yang terakhir dari Kalimah Allah iaitu huruf Ha. Huruf tersebut apabila ditemukan dengan huruf Alif akan menghasilkan sebutan Ha yang memberikan makna “Dia Yang Ghaib” sebagai kata ganti diri. Bunyi sebutan Ha itu sebagai menampilkan dan menyatakan bukti kewujudan Zat DiriNya Yang Ghaib Mutlak (Ghaibul Huwiyyatil Mutlaqa Lillahi ‘Azza Wa Jalla). Huruf Lam yang pertama adalah bermaksud Ta‘arif atau pengenalan dan huruf Lam yang kedua pula adalah bermaksud Muballaghah yakni pengkhususan. Menjaga dan memelihara hati dari kelalaian akan membawa seseorang itu kepada kesempurnaan Kehadiran Zat, dan kesempurnaan Kehadiran Zat akan membawanya kepada kesempurnaan Musyahadah dan kesempurnaan Musyahadah akan membawanya kepada kesempurnaan Tajalli Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah. Seterusnya Allah akan membawanya kepada penzahiran kesemua Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah dan Sifat-SifatNya yang lain kerana adalah dikatakan bahawa Sifat Allah itu adalah sebanyak nafas-nafas manusia.
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih menegaskan bahawa hendaklah mengingati Allah pada setiap kali keluar masuk nafas dan di antara keduanya yakni masa di antara udara disedut masuk dan dihembus keluar dan masa di antara udara dihembus keluar dan disedut masuk. Terdapat empat ruang untuk diisikan dengan Zikrullah. Amalan ini disebut Hosh Dar Dam yakni bezikir secara sedar dalam nafas. Zikir dalam pernafasan juga dikenali sebagai Paas Anfas di kalangan Ahli Tariqat Chistiyah.
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata, “Tariqat ini dibina berasaskan nafas, maka adalah wajib bagi setiap orang untuk menjaga nafasnya pada waktu menghirup nafas dan menghembuskan nafas dan seterusnya menjaga nafasnya pada waktu di antara menghirup dan menghembuskan nafas.”
Udara Masuk - Allah Allah Antara - Allah Allah Udara Keluar - Allah Allah Antara - Allah Allah
Perlu diketahui bahawa menjaga nafas dari kelalaian adalah amat sukar bagi seseorang Salik, lantaran itu mereka hendaklah menjaganya dengan memohon Istighfar yakni keampunan kerana memohon Istighfar akan menyucikan hatinya dan mensucikan nafasnya dan menyediakan dirinya untuk menyaksikan Tajalli penzahiran manifestasi Allah Subhanahu Wa Ta’ala di mana-mana jua.
Nazar bererti memandang, Bar bererti pada, dan Qadam pula bererti kaki. Seseorang Salik itu ketika berjalan hendaklah sentiasa memandang ke arah kakinya dan jangan melebihkan pandangannya ke tempat lain dan setiap kali ketika duduk hendaklah sentiasa memandang ke hadapan sambil merendahkan pandangan. Jangan menoleh ke kiri dan ke kanan kerana ianya akan menimbulkan fasad yang besar dalam dirinya dan akan menghalangnya dari mencapai maksud.
Nazar Bar Qadam bermakna ketika seseorang Salik itu sedang berjalan, dia hendaklah tetap memperhatikan langkah kakinya. Di mana jua dia hendak meletakkan kakinya, matanya juga perlu memandang ke arah tersebut. Tidak dibolehkan baginya melemparkan pandangannya ke sana sini, memandang kiri dan kanan ataupun di hadapannya kerana pandangan yang tidak baik akan menghijabkan hatinya.
Kebanyakan hijab-hijab di hati itu terjadi kerana bayangan gambaran yang dipindahkan dari pandangan penglihatan mata ke otak sewaktu menjalani kehidupan seharian. Ini akan mengganggu hati dan menimbulkan keinginan memenuhi berbagai kehendak hawa nafsu seperti yang telah tergambar di ruangan otak. Gambaran-gambaran ini merupakan hijab-hijab bagi hati dan ianya menyekat Cahaya Kehadiran Zat Allah Yang Maha Suci.
Kerana itulah Para Masyaikh melarang murid mereka yang telah menyucikan hati mereka menerusi zikir yang berterusan dari memandang ke tempat yang selain dari kaki mereka. Hati mereka ibarat cermin yang menerima dan memantulkan setiap gambaran dengan mudah. Ini akan mengganggu mereka dan akan menyebabkan kekotoran hati.
Maka itu, Salik diarahkan agar merendahkan pandangan supaya mereka tidak terkena panahan dari panahan Syaitan. Merendahkan pandangan juga menjadi tanda kerendahan diri. Orang yang bongkak dan sombong tidak memandang ke arah kaki mereka ketika berjalan. Ia juga merupakan tanda bagi seseorang yang menuruti jejak langkah Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mana Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika berjalan tidak menoleh ke kiri dan ke kanan tetapi Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam hanya melihat ke arah kakinya, bergerak dengan pantas menuju ke arah destinasinya. Pengertian batin yang dituntut dari prinsip ini ialah supaya Salik bergerak dengan laju dan pantas dalam melakukan perjalanan suluk, yang mana apa jua maqam yang terpandang olehnya maka dengan secepat yang mungkin kakinya juga segera sampai pada kedudukan maqam tersebut. Ia juga menjadi tanda ketinggian darjat seseorang yang mana dia tidak memandang kepada sesuatu pun kecuali Tuhannya. Sepertimana seseorang yang hendak lekas menuju kepada tujuannya, begitulah seorang Salik yang menuju Kehadhrat Tuhan hendaklah lekas-lekas bergerak, dengan cepat dan pantas, tidak menoleh ke kiri dan ke kanan, tidak memandang kepada hawa nafsu duniawi sebaliknya hanya memandang ke arah mencapai Kehadiran Zat Tuhan Yang Suci.
Hadhrat Maulana Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih telah berkata dalam suratnya yang ke-259 di dalam Maktubat, “Pandangan mendahului langkah dan langkah menuruti pandangan. Mi’raj ke maqam yang tinggi didahului dengan pandangan Basirah kemudian diikuti dengan langkah. Apabila langkah telah mencapai Mi’raj tempat yang dipandang, maka kemudian pandangan akan diangkat ke suatu maqam yang lain yang mana langkah perlu menurutinya. Kemudian pandangan akan diangkat ke tempat yang lebih tinggi dan langkah akan menurutinya. Begitulah seterusnya sehingga pandangan mencapai maqam kesempurnaan yang mana langkahnya akan diberhentikan. Kami katakan bahawa, apabila langkah menuruti pandangan, murid telah mencapai maqam kesediaan untuk menuruti jejak langkah Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jejak langkah Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah merupakan sumber asal bagi segala langkah.”
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata, “Jika kita memandang kesalahan sahabat-sahabat, kita akan ditinggalkan tanpa sahabat kerana tiada seorang juapun yang sempurna.”
Safar bererti menjelajah, berjalan atau bersiar, Dar bererti dalam dan Watan bererti kampung. Safar Dar Watan bermakna bersiar-siar dalam kampung dirinya yakni kembali berjalan menuju Tuhan. Seseorang Salik itu hendaklah menjelajah dari dunia ciptaan kepada dunia Yang Maha Pencipta.
Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda yang mafhumnya, “Daku sedang menuju Tuhanku dari suatu hal keadaan ke suatu hal keadaan yang lebih baik dan dari suatu maqam ke suatu maqam yang lebih baik.”
Salik hendaklah berpindah dari kehendak hawa nafsu yang dilarang kepada kehendak untuk berada dalam Kehadiran ZatNya. Dia hendaklah berusaha meninggalkan segala sifat-sifat Basyariyah (Kemanusiawian) yang tidak baik dan meningkatkan dirinya dengan sifat-sifat Malakutiyah (Kemalaikatan) yang terdiri dari sepuluh maqam iaitu:
[1] Taubat [2] Inabat [3] Sabar [4] Syukur [5] Qana’ah [6] Wara’ [7] Taqwa [8] Taslim [9] Tawakkal [10] Redha.
Para Masyaikh membahagikan perjalanan ini kepada dua kategori iaitu Sair Afaqi yakni Perjalanan Luaran dan Sair Anfusi yakni Perjalanan Dalaman. Perjalanan Luaran adalah perjalanan dari suatu tempat ke suatu tempat mencari seorang pembimbing Ruhani yang sempurna bagi dirinya dan akan menunjukkan jalan ke tempat yang dimaksudkannya. Ini akan membolehkannya untuk memulakan Perjalanan Dalaman.
Seseorang Salik apabila dia sudah menemui seorang pembimbing Ruhani yang sempurna bagi dirinya adalah dilarang dari melakukan Perjalanan Luaran. Pada Perjalanan Luaran ini terdapat berbagai kesukaran yang mana seseorang yang baru menuruti jalan ini tidak dapat tidak, pasti akan terjerumus ke dalam tindakan yang dilarang, kerana mereka adalah lemah dalam menunaikan ibadah mereka.
Perjalanan yang bersifat dalaman pula mengkehendakkan agar seseorang Salik itu meninggalkan segala tabiat yang buruk dan membawa adab tertib yang baik ke dalam dirinya serta mengeluarkan dari hatinya segala keinginan Duniawi. Dia akan diangkat dari suatu maqam yang kotor zulmat ke suatu maqam kesucian. Pada waktu itu dia tidak perlu lagi melakukan Perjalanan Luaran. Hatinya telah dibersihkan dan menjadikannya tulin seperti air, jernih seperti kaca, bersih bagaikan cermin lalu menunjukkannya hakikat setiap segala suatu urusan yang penting dalam kehidupan sehariannya tanpa memerlukan sebarang tindakan yang bersifat luaran bagi pihak dirinya. Di dalam hatinya akan muncul segala apa yang diperlukan olehnya dalam kehidupan ini dan kehidupan mereka yang berada di sampingnya.
Hadhrat Maulana Shah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih telah berkata, “Ketahuilah bahawa apabila hati tertakluk dengan sesuatu selain Allah dan khayalan yang buruk menjadi semakin kuat maka limpahan Faidhz Ilahi menjadi sukar untuk dicapai oleh Batin. Jesteru itu dengan kalimah LA ILAHA hendaklah menafikan segala akhlak yang buruk itu sebagai contohnya bagi penyakit hasad, sewaktu mengucapkan LA ILAHA hendaklah menafikan hasad itu dan sewaktu mengucapkan ILLA ALLAH hendaklah mengikrarkan cinta dan kasih sayang di dalam hati. Begitulah ketika melakukan zikir Nafi Itsbat dengan sebanyak-banyaknya lalu menghadap kepada Allah dengan rasa hina dan rendah diri bagi menghapuskan segala keburukan diri sehinggalah keburukan dirinya itu benar-benar terhapus. Begitulah juga terhadap segala rintangan Batin, ianya perlu disingkirkan supaya terhasilnya Tasfiyah dan Tazkiyah. Latihan ini merupakan salah satu dari maksud Safar Dar Watan.”
Khalwat bererti bersendirian dan Anjuman bererti khalayak ramai, maka pengertiannya ialah bersendirian dalam keramaian. Maksudnya pada zahir, Salik bergaul dengan manusia dan pada batinnya dia kekal bersama Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Terdapat dua jenis khalwat iaitu Khalwat Luaran atau disebut sebagai Khalwat Saghir yakni khalwat kecil dan Khalwat Dalaman atau disebut sebagai Khalwat Kabir yang bermaksud khalwat besar atau disebut sebagai Jalwat. Khalwat Luaran menghendaki Salik agar mengasingkan dirinya di tempat yang sunyi dan jauh dari kesibukan manusia. Secara bersendirian Salik menumpukan kepada Zikirullah dan Muraqabah untuk mencapai penyaksian Kebesaran dan Keagungan Kerajaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila sudah mencapai fana menerusi zikir pikir dan semua deria luaran difanakan, pada waktu itu deria dalaman bebas meneroka ke Alam Kebesaran dan Keagungan Kerajaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini seterusnya akan membawa kepada Khalwat Dalaman.
Khalwat Dalaman bermaksud berkhalwat dalam kesibukan manusia. Hati Salik hendaklah sentiasa hadir ke Hadhrat Tuhan dan hilang dari makhluk sedang jasmaninya sedang hadir bersama mereka. Dikatakan bahawa seseorang Salik yang Haq sentiasa sibuk dengan zikir khafi di dalam hatinya sehinggakan jika dia masuk ke dalam majlis keramaian manusia, dia tidak mendengar suara mereka. Kerana itu ianya dinamakan Khalwat Kabir dan Jalwat yakni berzikir dalam kesibukan manusia. Keadaan berzikir itu mengatasi dirinya dan penzahiran Hadhrat Suci Tuhan sedang menariknya membuatkannya tidak menghiraukan segala sesuatu yang lain kecuali Tuhannya. Ini merupakan tingkat khalwat yang tertinggi dan dianggap sebagai khalwat yang sebenar seperti yang dinyatakan dalam ayat Al-Quran Surah An-Nur ayat 37:
Para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingati Allah, dan dari mendirikan sembahyang, dan dari membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang hati dan penglihatan menjadi goncang.
"Rijalun La Tulhihim Tijaratun Wala Bay’un ‘An Zikrillah," bermaksud para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingati Allah. Inilah merupakan jalan Tariqat Naqshbandiyah. Hadhrat Khwajah Shah Bahauddin Naqshband Qaddasallahu Sirrahu telah ditanyakan orang bahawa apakah yang menjadi asas bagi Tariqatnya?
Beliau menjawab, “Berdasarkan Khalwat Dar Anjuman, yakni zahir berada bersama Khalaq dan batin hidup bersama Haq serta menempuh kehidupan dengan menganggap bahawa Khalaq mempunyai hubungan dengan Tuhan. Sebagai Salik dia tidak boleh berhenti dari menuju kepada maksudnya yang hakiki.”
Sepertimana mafhum sabdaan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Padaku terdapat dua sisi. Satu sisiku menghadap ke arah Penciptaku dan satu sisi lagi menghadap ke arah makhluk ciptaan.”
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata, “Tariqatuna As-Suhbah Wal Khayru Fil Jam’iyyat.” Yang bererti, “Jalan Tariqah kami adalah dengan cara bersahabat dan kebaikan itu dalam jemaah Jam’iyat.”
Khalwat yang utama di sisi Para Masyaikh Naqshbandiyah adalah Khalwat Dalaman kerana mereka sentiasa berada bersama Tuhan mereka dan pada masa yang sama mereka berada bersama dengan manusia. Adalah dikatakan bahawa seseorang beriman yang dapat bercampur gaul dengan manusia dan menanggung berbagai masaalah dalam kehidupan adalah lebih baik dari orang beriman yang menghindarkan dirinya dari manusia.
Hadhrat Imam Rabbani Rahmatullah ‘alaih telah berkata, “Perlulah diketahui bahawa Salik pada permulaan jalannya mungkin menggunakan khalwat luaran untuk mengasingkan dirinya dari manusia, beribadat dan bertawajjuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga dia mencapai tingkat darjat yang lebih tinggi. Pada waktu itu dia akan dinasihatkan oleh Syeikhnya seperti kata-kata Sayyid Al-Kharraz Rahmatullah ‘alaih iaitu kesempurnaan bukanlah dalam mempamerkan karamah yang hebat-hebat tetapi kesempurnaan yang sebenar ialah untuk duduk bersama manusia, berjual beli, bernikah kahwin dan mendapatkan zuriat dan dalam pada itu sekali-kali tidak meninggalkan Kehadiran Allah walaupun seketika.”
Hadhrat Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih berkata, “Daripada masamu, jangan ada sebarang waktu pun yang engkau tidak berzikir dan bertawajjuh serta mengharapkan Kehadiran Allah Ta’ala dan bertemulah dengan manusia dan berzikirlah walaupun berada di dalam keramaian dan sentiasa berjaga-jaga memperhatikan limpahan Allah.”
Berkata Penyair, "Limpahan Faidhz Al-Haq datang tiba-tiba tetapi hatiku memperhatikan waridnya, Biarpun di waktu sekali kerdipan mata namun diriku sekali-kali tidak leka, Boleh jadi Dia sedang memperhatikanmu dan dikau tidak memperhatikannya."
Hal keadaan ini dinamakan Khalwat Dar Anjuman iaitu Kainun Haqiqat Wa Bainun Surat yakni hakikat dirinya berzama Zat Tuhan dan tubuh badan bersama makhluk ciptaan Tuhan. Masyaikh menggelarkannya sebagai Sufi Kain Bain. Kelapan-lapan asas Tariqat ini diperkenalkan oleh Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih dan menjadi ikutan 40 Tariqat yang lain dan sehingga ke hari ini menjadi asas yang teguh untuk seseorang hamba Allah kembali menuju kepada Tuhannya.
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaihi telah menerima kelapan-lapan asas Tariqat ini dari Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani dan beliau telah menambahkan tiga asas Tariqat iaitu Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf Zamani menjadikannya sebelas asas.
Hosh Dar Dam Khalwat Dar Anjuman; Yad Kard Yad Dasyat. Nazar Bar Qadam Safar Dar Watan; Baz Gasht Nigah Dasyat.
Sentiasalah sedar dalam nafas ketika berkhalwat bersama khalayak; Kerjakanlah Zikir dan ingatlah ZatNya dengan bersungguh-sungguh. Perhatikan setiap langkah ketika bersafar di dalam kampung; Sekembalinya dari merayau, perhatikanlah limpahan Ilahi bersungguh-sungguh.
Wuquf Qalbi Wuquf ‘Adadi, Wuquf Zamani Bi Dawam Agahi.
Ingatlah Allah tetap pada hati, bilangan dan masa dengan sentiasa sedar berjaga-jaga.
TAMBAHAN SHAH NAQSHBAND
HADHRAT Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih merupakan Imam bagi Tariqat Naqshbandiyah dan seorang Mahaguru Tariqat yang terkemuka. Ia telah mengukuhkan lagi jalan ini dengan tiga prinsip penting dalam Zikir Khafi sebagai tambahan kepada lapan prinsip asas yang telah dikemukakan oleh Hadhrat Khwajah Khwajahgan Syeikh ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih iaitu:
1. WUQUF QALBI
Mengarahkan penumpuan terhadap hati dan hati pula mengarahkan penumpuan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada setiap masa dan keadaan. Sama ada dalam keadaan berdiri, berbaring, berjalan mahupun duduk. Hendaklah bertawajjuh kepada hati dan hati pula tetap bertawajjuh ke Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wuquf Qalbi merupakan syarat bagi zikir.
Kedudukan Qalbi ini adalah pada kedudukan dua jari di bawah tetek kiri dan kedudukan ini hendaklah sentiasa diberikan penumpuan dan Tawajjuh. Bayangan limpahan Nur dari Allah hendaklah sentiasa kelihatan melimpah pada Qalbi dalam pandangan batin.
Ini merupakan suatu kaedah Zikir Khafi yakni suatu bentuk zikir yang tersembunyi dan tidak diketahui oleh Para Malaikat. Ia merupakan suatu kaedah zikir yang rahsia.
2. WUQUF ‘ADADI
Sentiasa memperhatikan bilangan ganjil ketika melakukan zikir Nafi Itsbat. Zikir Nafi Itsbat ialah lafaz LA ILAHA ILLA ALLAH dan dilakukan di dalam hati menurut kaifiyatnya. Dalam melakukan zikir Nafi Itsbat ini, Salik hendaklah sentiasa mengawasi bilangan zikir Nafi Itsbatnya itu dengan memastikannya dalam jumlah bilangan yang ganjil iaitu 7 atau 9 atau 19 atau 21 atau 23 atau sebarang bilangan yang ganjil.
Menurut Para Masyaikh, bilangan ganjil mempunyai rahsia yang tertentu kerana Allah adalah Ganjil dan menyukai bilangan yang ganjil dan ianya akan menghasilkan ilmu tentang Rahsia Allah Ta’ala. Menurut Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih, “Memelihara bilangan di dalam zikir adalah langkah pertama dalam menghasilkan Ilmu Laduni.”
Memelihara bilangan bukanlah untuk jumlahnya semata-mata bahkan ianya untuk memelihara hati dari ingatan selain Allah dan sebagai asbab untuk memberikan lebih penumpuan dalam usahanya untuk menyempurnakan zikir yang telah diberikan oleh Guru Murshidnya.
3. WUQUF ZAMANI
Setiap kali selepas menunaikan Solat, hendaklah bertawajjuh kepada hati dan sentiasa memastikan hati dalam keadaan bertawajjuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Lakukan selama beberapa minit sebelum bangkit dari tempat Solat. Kemudian setelah selang beberapa jam hendaklah menyemak semula keadaan hati bagi memastikannya sentiasa dalam keadaan mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila seseorang Murid itu telah naik ke peringkat menengah dalam bidang Keruhanian maka dia hendaklah selalu memeriksa keadaan hatinya sekali pada tiap-tiap satu jam untuk mengetahui sama ada dia ingat ataupun lalai kepada Allah dalam masa-masa tersebut. Jika dia lalai maka hendaklah dia beristighfar dan berazam untuk menghapuskan kelalaian itu pada masa akan datang sehinggalah dia mencapai peringkat Dawam Hudhur atau Dawam Agahi iaitu peringkat hati yang sentiasa hadir dan sedar ke Hadhrat ZatNya.
Ketiga-tiga prinsip ini adalah tambahan dari Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih dalam membimbing sekelian para murid dan pengikutnya dan terus menjadi amalan yang tetap dalam Tariqat Naqshbandiyah.
Kamis, 08 Juli 2010
Syaikh Ahmad al-Faruq as-Sirhindi QS
"Jika Allah menyebabkan seseorang pendekatan-Nya,
Dia mengungkapkan diri-Nya kepadanya sebagai objek keinginannya, tanpa dia tahu,Seperti api Musa, yang ia melihat melalui mata kebutuhan nya,Dan siapa adalah Ketuhanan yang dia tidak mengenali.Jika engkau mengerti, kata sayaEngkau tahu, bahwa engkau perlu bentuk nyata:Jika Musa mencari sesuatu yang lain selain apiDia akan melihat Dia dalam itu, dan tidak terbalik. "Ibnu c Arabi, Fusus Al-Hikam
Dia adalah Mutiara dari Mahkota Orang-orang Suci Diketahuinya. Dia adalah Harta Karun Mereka yang Datang Sebelum dan Mereka yang Datang Setelah. Dalam dirinya adalah gabungan semua nikmat dan kemurahan hati. Dia adalah Sinai dari Manifestasi Ilahi, Pohon Lote terjauh dari Pengetahuan Unik, dan Air Mancur dari Nabi Pengetahuan Tersembunyi. Dia Genius Sarjana dan ia adalah Sultan Bumi, yang tersenyum ketika dia lahir dan dihormati oleh keberadaannya. Dia adalah sempurna sempurnalah Panduan.Dia adalah penelpon ke Kehadiran Allah yang Maha Esa Quthb dan Unik Imam Surgawi. Dia adalah minuman keras dari Milenium Kedua, Sayyidina wa Mawlana (Pemimpin dan Master) ash-Syaikh Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi, Syaikh bin-abu c bin Abdul Ahad l-c-Abidin bin Zainu dari Abdulhayy c, putra putra Muhammad Habibullah, putra uddin c Rafi, putra dari Nur, putra dari Sulaiman bin Yusuf bin c Abdullah bin Ishaq, Abdullah bin c, c ayb bin Shu, bin Ad bin Yusuf bin Shihabuddin, yang dikenal sebagai al-Farq Qabidi Shah bin Nairuddin bin Mahmud bin Sulaiman bin Mas ud c, c bin Abdullah al-Wa c i al-Asghari, bin Abdullah al c Wa c-i al-Akbar, bin Abdu-l-Fattah, bin Ishaq bin Ibrahim bin Nair bin Abdullah Sayyidina c (r), bin Amir al-Mu'minin, yang Khalif dari Nabi SAW , C Sayyidina Umar al-Faruq (r).
Ia dilahirkan pada hari 'Asyura, 10 Muharram pada tahun 971 H., di desa Sihar Nidbasin. Dalam beberapa terjemahan itu disebut Sirhind di kota Lahore, di India. Ia menerima pengetahuan dan pendidikan melalui ayahnya dan melalui berbagai Syekh pada zamannya. Dia membuat kemajuan dalam tiga tariqat: Suhrawardiyya, Qadiriyyah, dan Chistiyya. Ia diberi izin untuk melatih pengikut dalam ketiga tariqat pada usia 17 tahun. Dia sibuk dalam menyebarkan ajaran tariqat ini dan dalam membimbing pengikutnya, tetapi dia merasa bahwa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya sendiri dan ia terus mencarinya. Dia merasa suatu kepentingan Sufi Order Naqshbandi, karena ia dapat melihat dengan cara rahasia dari tariqat lain tiga bahwa itu yang terbaik dan tertinggi. kemajuan spiritual-Nya akhirnya membawanya ke hadapan Ghawth dan Quthb di zamannya, abu-Syaikh Muhammad al-Baqi, yang dikirim dari Samarqand ke India atas perintah Syaikh, Muhammad al-Amkanaki. Dia mengambil Orde Naqshbandi dari Syaikh dan tinggal bersamanya selama dua bulan dan beberapa hari, hingga Sayyidina Muhammad al-Baqi terbuka hatinya rahasia tariqat ini dan memberinya otorisasi untuk melatih murids dalam Ordo. Dia berkata tentang dia, "adalah Dia yang Quthb tertinggi saat ini."
Nabi SAW meramalkan kedatangan di salah satu hadis ketika ia berkata, "Akan ada di antara bangsa saya seorang pria bernama Silah. Dengan perantaraan-Nya banyak orang akan diselamatkan." Hal itu disampaikan dalam koleksi Suyuti, Jam c ul-Jawami c. Apa yang dikonfirmasi kebenaran hadis ini adalah apa yang Imam Rabbani menulis tentang dirinya sendiri: "Allah telah membuat saya Silah antara dua lautan koneksi." Silah berarti "." Jadi, ia berarti bahwa Tuhan telah membuatnya koneksi antara dua samudera - dua pengetahuan, eksternal dan internal. Mir Syaikh Husamuddin berkata, "Aku melihat Nabi SAW dalam salah satu mimpi saya berdiri di mimbar (mimbar) dan memuji Syaikh Ahmad as-Sirhindi. Nabi SAW berkata, "Saya bangga dan senang dengan kehadirannya di antara bangsa saya. Allah telah membuatnya menjadi minuman keras agama." "
Banyak orang-orang kudus meramalkan kedatangan-Nya. Salah satunya adalah Syaikh Ahmad al-Jami (q). Dia berkata, "Setelah aku akan muncul tujuh belas orang Umat Allah, yang semuanya bernama Ahmad dan yang terakhir di antara mereka akan berada di kepala dari milenium. Dia akan menjadi yang tertinggi dari mereka dan ia akan untuk menerima keadaan Pembukaan Dia akan menghidupkan kembali agama ini.. "
Lain untuk memprediksi munculnya adalah Mawlana Khwaja al-Amkanaki (q). Dia berkata kepada Khalif Nya, "Seorang pria dari India akan muncul.. Dia akan menjadi Imam-nya abad Dia akan dilatih oleh Anda, sehingga tergesa-gesa untuk bertemu dengannya, karena umat Allah sedang menunggu kedatangannya." Muhammad al-Baqi (q) berkata, "Itulah sebabnya aku pindah dari Bukhara ke India." Ketika mereka bertemu, dia berkata kepadanya, "Engkau adalah seseorang yang penampilan Syaikh Muhammad Khwaja al-Amkanaki diperkirakan.. Ketika aku melihat kamu, aku tahu kau adalah Quthb Anda waktu Ketika saya memasuki wilayah Sirhind di India, aku menemukan lampu yang begitu besar dan sangat terang yang cahayanya sampai ke langit. Semua orang mengambil dari cahaya lampu itu. Anda lampu itu. "
Dikatakan bahwa Syaikh ayahnya, Syaikh Abdul c Ahad, yang adalah seorang Syaikh Orde Qadiri, telah diberi jubba (jubah) dari Syaikh-nya yang telah diwariskan dari Ghawth al-Azam, Sayyidina Abdul c Qadir al-Jilani (q). C Sayyidina Abdul Qadir telah mengatakan tentang hal itu kepada penggantinya, "Simpan saja untuk yang satu yang akan muncul di akhir milenium pertama. Namanya Ahmad.. Dia akan menghidupkan kembali agama ini saya telah berpakaian Nya dengan segenap rahasia saya.. Dia menggabungkan dalam dirinya sendiri baik internal maupun eksternal pengetahuan "
The Seeking Para Raja dan Raja Mencari
Sayyidina Ahmad Al-Faruqi berkata,
"Ketahuilah kepada Anda bahwa Wali Surgawi saya tertarik karena mereka ingin aku tertarik, dan Mereka difasilitasi untuk saya perjalanan melalui ruang dan waktu (di-tayy) di negara-negara yang berbeda dari pencari. Saya menemukan bahwa Allah adalah Intisari dari semua materi, seperti yang telah dikatakan oleh Rakyat tasawuf. Lalu aku menemukan Tuhan dalam segala hal tanpa inkarnasi (hulul).. Lalu aku menemukan Tuhan bersama semua dengan materi Lalu aku melihat-Nya di atas segalanya dan kemudian aku melihat Nya segala sesuatu berikut. Akhirnya aku mencapai keadaan di mana aku melihat-Nya dan aku melihat apa-apa lagi.. ini adalah apa yang dimaksud dengan istilah, Menyaksikan Kesatuan, yang juga merupakan negara bagian Penyirnaan (fana ') Itu adalah langkah pertama dalam kesucian, dan negara tertinggi di Awal Jalan. Visi ini muncul pertama di horison, kemudian kedua di Diri. Lalu aku telah mengangkat ke stasiun Subsistence (baqa ') yang merupakan langkah kedua dalam kesucian."Ini adalah stasiun yang banyak orang kudus tidak berbicara tentang karena mereka tidak mencapai itu.. Semua mereka berbicara tentang stasiun Penyirnaan, tapi berikut bahwa negara Subsistence Dalam bahwa negara saya menemukan semua ciptaan lain kali, tapi saya menemukan bahwa esensi dari semua ciptaan Allah, dan itu esensi Allah adalah esensi tentang diriKu sendiri.. Lalu aku mendapati Allah dalam segala hal, tetapi dalam kenyataan di diri saya dibesarkan ke keadaan yang lebih tinggi, untuk menemukan Allah dengan segala sesuatu, tetapi pada kenyataannya Dia dengan diriku sendiri. Kemudian aku diangkat untuk melihat-Nya sebelum segala sesuatu, tetapi pada kenyataannya Dia sebelumnya diriku sendiri,. Kemudian aku diangkat ke keadaan di mana Dia mengikuti semua tapi kenyataannya Dia mengikuti sendiri. Lalu aku melihat Dia dalam segala hal, tetapi pada kenyataannya Dia dalam diriku sendiri. Lalu aku melihat segalanya dan aku tidak melihat Tuhan awal. Dan ini adalah akhir dari Stasiun dimana Mereka telah membawa saya kembali untuk. Singkatnya, mereka mengangkat saya ke Stasiun Penyirnaan, kemudian ke stasiun Keberadaan, kemudian mereka dibawa kembali bersama orang-orang, di Stasiun rakyat.. ini adalah tertinggi negara dalam membimbing orang ke Kehadiran Allah Ini adalah keadaan sempurna dari bimbingan, karena cocok pemahaman manusia. "Dia berkata, "hari ini saya menemani orang yang telah mencapai Akhir Ends, yang Qutub semua Makhluk, Manusia Sempurna, Syaikh Muhammad al-Baqi. Melalui padanya aku menerima berkah luar biasa, dan berkat-Nya aku diberi daya tarik yang memungkinkan saya untuk mencapai setiap manusia bahwa Allah telah menciptakan. Saya merasa terhormat untuk mencapai stasiun yang menggabungkan keadaan akhir dengan keadaan Awal. aku mencapai semua negara yang Mencari dan aku mencapai akhir, yang merupakan arti dari 'Menggapai nama ar-Rabb' (Pemelihara), dengan dukungan Singa Allah, Asadullah, c Ali Abi Talib ibin, Semoga Allah memuliakan wajahnya. aku diangkat ke negara yang mempunyai Arasy, yang merupakan Realitas Kebenaran Muhammad SAW, Dengan dukungan(madad) dari Syaikh Baha'uddin Shah Naqshband. Kemudian aku diangkat lebih tinggi, dengan keadaan Kecantikan, yang merupakan keadaan Kebenaran dari Qutbs Muhammad, dengan dukungan Roh Kudus Nabi."Aku didukung oleh Syaikh Ala` addin al-Attar, dari siapa saya menerima negara bagian Greatest Spiritual Polandia (al-qutubiyyati-l-c uzma) dari Hadirat Muhammad SAW Perawatan. Kemudian Allah Surgawi menarik perhatian saya dan saya naik ke suatu Negara yang berada di luar yang dari Qutubs, Asli Khusus Negara. Di sini dukungan dari al-Ghawth al A c-Zam, Abdul Qadir Jilani (q) mendorongku ke Negara Asal Origin. Kemudian aku diperintahkan untuk kembali turun, dan saat aku turun aku melewati semua 39 tariqat selain Naqshabandiyyah dan Qadiriyyah. Aku melihat di negara bagian Syekh mereka dan mereka menyapa saya dan memberi hormat pada saya dan mereka melemparkan saya semua harta mereka dan semua pengetahuan pribadi mereka, yang memperkenalkan kepada saya realitas yang tidak pernah mengungkapkan kepada siapa pun dalam waktu saya."Kemudian pada keturunan saya bertemu Khidir AS , Dan dia menghiasi saya dengan Pengetahuan Surgawi (c Ilmu-l-ladunni) sebelum aku mencapai keadaan Qutubs. ""Abu Dawud berkata dalam sebuah hadis otentik bahwa Nabi SAW berkata, "Allah akan mengirimkan pada awal abad oleh setiap orang yang menganggap agama akan dihidupkan kembali," tetapi ada perbedaan antara minuman keras Abad dan minuman keras dari Milenium. Hal ini seperti perbedaan antara 101.000. ""Dalam visi, Nabi SAW memberi saya kabar baik: "Anda akan menjadi pewaris spiritual dan Allah akan memberikan otoritas untuk memberi syafaat atas nama ratusan ribu pada hari kiamat." Dia berikan kepada saya dengan tangan sucinya wewenang untuk membimbing orang, dan ia berkata kepadaku, 'Tidak pernah sebelumnya saya mengingat bahwa otoritas untuk membimbing orang-orang. """Pengetahuan itu muncul dari saya adalah berasal dari negara bagian kesucian, tapi aku menerimanya dari cahaya Nabi Muhammad SAW. Orang-orang Suci tidak dapat melahirkan pengetahuan tersebut, karena berada di luar pengetahuan orang-orang kudus. Ini adalah Pengetahuan tentang Intisari dari Agama ini dan esensi dari pengetahuan tentang esensi Allah dan Atribut. Tidak ada yang sebelum telah berbicara tentang hal itu dan Allah telah memberikan saya untuk menjadi orang yang menghidupkan kembali agama di milenium kedua. ""Allah memperkenalkan kepada saya Rahasia yang Maha Esa dan Dia menuangkan ke dalam hatiku segala macam Spiritual Pengetahuan dan perbaikan perusahaan. Ia mengumumkan kepada saya Rahasia yang ayats Qur'an sehingga yang saya temukan di bawah setiap surat Qur ' sebuah samudra pengetahuan semua menunjuk ke Esensi Tinggi Allah Maha Kuasa dan Maha Agung,. Jika saya adalah untuk mengungkapkan satu kata dari makna, mereka akan memotong saya kepalanya seperti yang mereka lakukan untuk Hallaj dan Ibn 'Arabi. ini adalah arti hadits Nabi SAW , Dalam Bukhari, diriwayatkan oleh Abu Huraira (r), "Nabi SAW menuangkan ke dalam hatiku dua macam pengetahuan, salah satu yang saya telah mengungkapkan dan yang lain jika aku mengungkapkan mereka akan memotong leherku. ""Allah Maha Kuasa dan Maha Agung, telah menunjukkan semua nama orang-orang yang memasuki Thariqat kita, dari hari Sayyidina Abu Bakar (r) untuk hari kiamat, baik laki-laki dan perempuan, dan mereka semua akan masuk Paradise, dengan perantaraan Syekh dari Thariqat itu. ""Al-Mahdi akan menjadi salah satu pengikut Thariqat ini.""Suatu hari aku berada di asosiasi dengan pengikut saya melakukan zikir dan datang ke hati saya bahwa saya telah melakukan sesuatu yang salah. Kemudian Allah membuka mata saya," Aku telah mengampuni siapapun yang duduk dengan Anda dan siapa pun meminta syafaat dengan cara Anda. '""Allah telah menciptakan aku dari sisa dari Nabi-Nya SAW . ""The ba c Ka selalu datang dan membuat tawaf (circumambulation) di sekitar saya.""Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Agung berkata kepada saya," Siapa pun untuk siapa Anda berdoa janaza (pemakaman doa) akan diampuni, dan jika ada campuran bumi dari kubur Anda dengan bumi kuburan mereka, mereka akan diampuni. """Allah berfirman," Aku telah memberikan kamu hadiah khusus dan kesempurnaan yang tak seorangpun akan menerima selain Anda sampai saat Mahdi. """Allah memberi saya kekuatan luar biasa dari bimbingan. Bahkan jika saya langsung bimbingan saya ke sebuah pohon mati, akan menjadi hijau."
Salah satu Syaikh besar menulis surat kepada dia bertanya, "yang menyatakan bahwa Anda mencapai dan Anda berbicara tentang, apakah para Sahabat menerima mereka, dan jika mereka melakukannya, apakah mereka menerima mereka pada satu waktu atau mereka menerima mereka di waktu terpisah?" Dia menjawab, "Aku tidak dapat memberikan jawaban kecuali jika Anda datang ke hadirat-Ku." Ketika Syaikh datang, ia segera memperkenalkan kepadanya realitas spiritual dan membersihkan kegelapan dari hatinya hingga Syaikh tersebut jatuh bersujud di kakinya dan berkata, "Aku percaya, aku percaya! Aku melihat bahwa negara-negara ini semua diwahyukan kepada Sahabat hanya dengan melihat Rasul SAW. "
Suatu kali di bulan puasa, Ramadhan, ia diundang oleh sepuluh murids untuk berbuka bersama mereka. Ia menerima undangan dari masing-masing. Ketika tiba saatnya untuk berbuka, dia hadir di setiap rumah mereka, buka puasa, dan mereka melihatnya di masing-masing rumah mereka pada saat yang sama.
Suatu kali ia menatap langit dan hujan turun. Dia berkata, "O berhenti hingga hujan dan jam tersebut." Itu berhenti sampai waktu yang tepat katanya, setelah itu mulai hujan lagi.
Suatu kali Raja memerintahkan agar seorang pria dihukum mati. Orang itu datang ke Syaikh Amad dan berkata, "Silakan menulis penundaan eksekusi bagi saya Sultan." Dia menulis kepada, "Jangan mengeksekusi orang ini." Sultan takut Sayyidina Ahmad al-Faruqi dan mengampuni orang itu.
Suatu kali murid yang dibuat niat untuk mengunjungi Syaikh Ahmad al-Faruqi (q). Dalam perjalanan dia diundang untuk menjadi tamu seorang pria yang tidak menyukai Syaikh tersebut. Murid, bagaimanapun, tidak tahu ini. Setelah makan malam, tuan rumah mulai mendzolimi Syaikh tersebut. Saat ia pergi tidur malam itu, dalam hatinya dia berkata, "Ya Allah, Aku datang untuk mengunjungi Syaikh, bukan untuk mendengar seseorang kutukan Syaikh tersebut. Maafkan aku." Lalu ia tidur dan ketika ia terbangun ia menemukan bahwa orang itu meninggal. Dia pergi ke Syaikh cepat dan mulai menceritakan cerita. Sayyidina Ahmad al-Faruqi mengangkat tangannya dan berkata, "Stop! Tidak perlu untuk menceritakan apa yang terjadi.. Aku adalah orang yang menyebabkannya"
Dia berkata,
"Aku diberi wewenang untuk memberikan Thariqat dalam tiga tariqat: Naqshbandi, Suhrawardi dan Chistiyya."
Dia begitu terkenal bahwa para ulama pengetahuan eksternal pada zamannya menjadi cemburu padanya. Mereka menghadap raja dan berkata kepadanya, "Ia mengatakan hal-hal yang tidak diterima dalam agama." Mereka mendorong Raja sampai ia menempatkan dia di penjara. Dia tinggal di penjara selama tiga tahun. Putranya, Syaikh Sayyid, berkata, "Dia berada di bawah pengamanan yang sangat ketat di penjara.. Pengawal itu dikelilingi setiap kamar di sisi Namun setiap hari Jumat ia akan terlihat di masjid besar. Tidak peduli berapa banyak keamanan ia berada di bawah, dia akan menghilang dari penjara dan muncul di masjid. " Dari mereka tahu mereka tidak bisa meletakkan di belakang bar dan karena itu mereka membebaskannya.
Dia menulis banyak buku, salah satu yang paling terkenal di antaranya adalah Maktubat tersebut.
Di dalamnya ia berkata,
"Ini harus diketahui bahwa Allah telah menempatkan kami di bawah Kewajiban-Nya dan Larangan-Nya. Allah berfirman," Apa pun Nabi memberimu, ambillah, dan apa pun yang dilarang kamu, biarkan saja. "[59:7] Jika kita akan tulus dalam hal ini, kita harus mencapai ke Penyirnaan dan kasih esensi itu.. Tanpa ini dapat kita tidak mencapai tingkat ketaatan Jadi kita berada di bawah kewajiban lain, yaitu mencari Jalan Sufisme, karena Jalan ini akan membawa kita dengan keadaan Penyirnaan dan kasih esensi itu. Setiap Orde berbeda dari yang lain di negara-negara yang kesempurnaan, demikian juga setiap Orde menjaga Sunnah Nabi SAW dan memiliki definisi sendiri tentang apa yang memerlukan. Setiap order memiliki cara sendiri untuk mempertahankan Sunnah Nabi SAW membutuhkan kami. Order, melalui Syekh, kita menyimpan semua perintah Nabi SAW dan untuk meninggalkan semua hal-hal yang dilarang. Syekh kami tidak mengikuti cara-cara mudah (rukhas) tetapi bersikeras mempertahankan cara-cara yang sulit. Dalam semua mereka mencari mereka mengingat ayat Qur'an, 'Pria yang tidak bisnis atau perdagangan akan mengalihkan dari mengingat [24:37 Allah']."Dalam perjalanan menuju ke pembukaan dari Realitas Ilahi, pencari bergerak melalui berbagai tahapan pengetahuan dan kedekatan dengan Tuhan-Nya:- "Pindah ke Allah adalah pergerakan vertikal dari stasiun bawah ke stasiun yang lebih tinggi; sampai gerakan melampaui waktu dan ruang dan semua negara larut dalam apa yang disebut Pengetahuan yang dibutuhkan (c ilm ul-Wajib) Allah. Ini juga disebut Penyirnaan(fana ').- "Pindah kepada Allah adalah tahap di mana para pencari bergerak dari stasiun Nama dan Atribut bagi negara yang baik kata maupun tanda bisa menjelaskan. Ini adalah Negara Keberadaan kepada Allah disebut Baqa.- "Pindah dari Allah adalah tahap di mana para pencari kembali dari dunia surgawi ke dunia sebab dan akibat, turun dari stasiun pengetahuan tertinggi sampai yang terendah. Di sini ia melupakan Allah oleh Allah, dan dia mengetahui Allah dengan Allah, dan ia kembali dari Allah kepada Allah. Ini disebut Negara terjauh dan terdekat.- "Pindah dalam hal-hal adalah sebuah gerakan dalam penciptaan.. Ini melibatkan seluruh elemen tahu intim dan negara-negara di dunia ini setelah lenyap di Penyirnaan Di sini para pencari dapat mencapai Bimbingan Negara, yang merupakan keadaan para nabi dan orang-orang berikut jejak Nabi SAW . Ini membawa Pengetahuan Ilahi ke dalam dunia ciptaan untuk membangun Bimbingan."Seluruh proses ini seperti threading jarum. The. Thread mencari dengan mata jarum, melewati dan kemudian mulai turun ke tempat itu mulai ada dua ujung bertemu, bentuk simpul dan mengamankan seluruh thread. Mereka membentuk satu keseluruhan, benang, mata dan jarum, dan setiap bahan hasil tangkapan mereka ke dalam kain dijahit kesatuan. ""Ini harus diketahui oleh semua orang bahwa Syekh Naqshbandi memilih untuk membimbing murids mereka pertama melalui gerakan dari Allah, perjalanan dari negara-negara yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Karena alasan ini mereka mempertahankan tabir umum atas visi spiritual murid itu, menghapus tabir kesadaran biasa hanya pada langkah terakhir,. lainnya Semua tariqat dimulai dengan gerakan untuk Allah bergerak dari negara-negara terendah ke tertinggi, dan menghapus tabir umum pertama. ""Hal ini disebutkan dalam Hadis Nabi SAW , "Cendekiawan adalah pewaris para nabi." Pengetahuan tentang nabi adalah dua macam: pengetahuan tentang hukum dan pengetahuan rahasia. ulama tidak bisa disebut pewaris jika dia tidak mewarisi kedua pengetahuan. Jika ia hanya membutuhkan waktu satu pengetahuan yang tidak lengkap. Dengan demikian, pewaris sesungguhnya adalah orang-orang yang mengambil pengetahuan dari hukum-hukum dan pengetahuan rahasia, dan hanya orang-orang kudus telah benar-benar diterima dan dilindungi warisan ini. "
Dia meninggalkan di belakangnya banyak buku lagi. Dia meninggal pada tanggal 17 Safar 1034 H. pada usia 63. Ia dimakamkan di desa Sirhind. Dia adalah seorang Syaikh dalam empat tariqat: Naqshbandi, Qadiri, Chisti dan Suhrawardi. Dia lebih memilih Naqshbandi, karena ia berkata, "Ini adalah Bunda dari semua tariqat."
Langganan:
Postingan (Atom)