Pages

Laskar Atas Angin

Sabtu, 17 April 2010

SEBUAH MAHKOTA BERNAMA MALU


Sabda Rasulullah Saw:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "ما كان الفاحش فى شئ الا شانه, وما كان الحياء فى شئ الا زانه" (رواه الترمذى وقال حديث حسن غريب, وابن ماجه)
Artinya:
Rasulullah Saw. bersabda: "Tidaklah keburukan  ada  pada sesuatu kecuali ia akan menjadikannya buruk. Dan tidaklah sifat malu ada pada sesuatu, kecuali ia akan menghiasinya". (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Di hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Bukhari, sebagaimana yang telah dishahihkan Syeikh Al-Albany dalam shahih al-jami' hal. 5531.
Malu (al-haya') adalah sebuah kata yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Hampir setiap hari kata ini tak pernah luput dari telinga kita. Namun adat pergaulan kita sebagai orang timur memberikan kesan, bahwa malu adalah identik dengan feminisme. Maka tidak heran jika seorang pria mengungkapkan kata malu, spontan temannya akan memberikan berbagai komentar, seperti: "kaya' cewek aja". Seakan-akan sikap malu hanya milik kaum hawa, dan kaum adam tidak berhak untuk menyentuhnya sedikit pun.
Pertanyaannya sekarang adalah: benarkah sifat malu hanya milik wanita? Bagaimanakah malu menurut pandangan syari'at?
Definisi malu
Untuk menjawab pertanyaan pertama, kita kaji lebih dulu pertanyaan yang kedua (malu menurut syari'at).  Secara terminologi malu berarti: infinitif  (Mashdar) dari kata حيي dari الحياة . sedangkan menurut syara' , (salah satu maknanya): meninggalkan atau menahan diri dari suatu perkara dengan maksud menghindari celaan. Jika menulusuri khazanah fiqh baik yang klasik (turâts) ataupun yang kontemporer (mu'ashir), maka malu niscaya kita akan pada bab الأدب , مكارم الأخلاق , dan semisalnya. Sebab memang ia merupakan bagian dari akhlak mulia, yang termasuk salah satu muatan risalah Rasulullah Saw. Sebagaimana dalam sabdanya: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia".
Islam telah mengangkat martabat pribadi yang meiliki sifat ini, sebagaimana yang telah diabadikan dalam QS. Al-Qashash: 23-26, yakni peristiwa yang terjadi antara Nabi Musa As. Dengan putri Nabi Syuaib. Pada ayat 23 dikatakan, bahwa mereka tidak memberi minum kecuali setelah keadaan sepi, agar tidak berdesak-desakan dengan kaum lelaki. Sedangkan di ayat 25 menceritakan bagaimana salah seorang dari putri itu berjalan mendatangi nabi Musa As. (tamsyi alastihyâin). Selanjutnya Ayat 26 jelas menunjukan betapa sopannya ia dalam bertutur kata dan mengungkapkan sebuah perasaan. Dari kisah di atas, kita dapat menyimpulkan, bahwa putri nabi Syu'aib adalah anak yang terdidik; memiliki rasa malu yang sangat tinggi; berbudi pekerti yang luhur. Seperti yang kita lihat pada ayat-ayat di atas.
Begitupun dengan hadis Rasulullah Saw. yang tidak sedikit menggambarkan betapa tingginya derajat sifat malu dalam islam. Salah satunya adalah hadits yang mengawali bahasan ini. Dan riwayat lain:
عن ابن عمرقال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "الحياء من الايمان" (رواه مسلم و الترمذى)

عن عمران بن حصين قال,  قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "الحياء لا يأتى الابخير" (رواه البخارى ومسلم)
itu di antara riwayat tentang malu, dan masih banyak riwayat lain yang yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Derajat malu
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah membagi malu (al-haya') menjadi 10 macam:
  1. Hayaul Jinayah: seperti rasa malu Nabi Adam As. saat lari di surga;
  2. Hayaut Taqshir: seperti rasa malu para malaikat yang bertasbih siang dan malam tanpa henti-henti dan lelah;
  3. Hayaul Ijla;
  4. Hayaul Karam: seperti rasa malu Rasulullah Saw. Saat sekelompok kaum mengundang beliau ke walimah Zainab, kemudian mereka duduk sangat lama di acara tersebut, maka rasulullah berdiri namun beliau tetap malu untuk mengajak mereka pulang;
  5. Hayaul Hisymah: seperti rasa malu 'Ali bin Abi Thalib Ra. Untuk menanyakan masalah madzi pada Rasulullah Saw.  karena keberadaan Fathimah putri beliau padanya;
  6. Hayaul Istihqar: seperti rasa malu seorang hamba saat berdoa pada Allah Swt. ;
  7. Hayaul Mahabbah: seperti rasa malu seseorang terhadap orang yang dicintainya;
  8. Hayaul Ubudiyah: yaitu rasa malu yang muncul dari rasa cinta dan rasa takut;
  9. Hayaus Syarafi wal Izah;
  10. Hayaul Mar'i min nafsihi: yaitu rasa malu seseorang yang sangat tinggi dan mulia, atas keridhaannya atas segala kekurangan yang ada pada dirinya.
Begitulah Ibnu Qayyim Al-Jauziyah membagi sifat malu tersebut. Dari sini dapat kita lihat, bahwa al-haya' mendapat kedudukan (makanah) yang sangat mulia dalam syari'at kita. Syariat tidak memuliakan al-haya' ini begitu saja, tentunya ia memiliki banyak keistimewaan, di antaranya:
  1. Al-Haya' miftah kullu khair, sebagaimana yang diriwayatkan 'Imran bin Hushain di atas, bahwa al-haya' itu tidaklah mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan. Busyair bin Ka'b seorang tabi'in mengatakan: bahwa al-haya' itu termasuk ilmu hikmah, darinya muncul kelembutan, keteguhan serta ketenangan. Ibnu Qayyim mengatakan: Malu adalah akhlak yang paling utama dan paling mulia, paling besar kadarnya, paling banyak manfaatnya. Akan tetapi ia khusus bagi manusia. Maka barangsiapa yang tidak memiliki rasa malu dalam dirinya, maka tidak memiliki apapun dari jiwa manusia kecuali daging dan tulang;
  2. Al-Haya' merupakan keistimewaan dan tabiat bagi manusia. Meskipun dalam penerapannya membutuhkan usaha yang gigih dan pengetahuan, namun ia juga harus didasari dengan niat yang ikhlas karena Allah. Apabila ia terlaksana dengan baik, niscaya ia akan menghindarkan manusia dari hal-hal yang tidak terpuji, yang membedakan antara manusia dan binatang.
  3. Al-Haya' bagian dari keimanan. Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-mustadrak. Dari Ibnu Umar Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: " (Keimanan dan rasa malu adalah satu bagian, satu dengan lainnya tak dapat dipisahkan)
(الحياء والايمان قرينا جميعا, فاذا رفع أحدهما رفع الأخر)                                                               
Menurut al-Hakim: hadits ini shahih 'ala syarthi Bukhari dan Muslim, dan dishahihkan juga oleh al-Albany. Dalam hadis yang lain, dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda bahwa: Al-Haya' itu bagian dari iman, dan iman itu tempatnya di surga. Sedangkan keburukan adalah kebalikan dari yang di atas, niscaya ia akan tertolak dan tempatnya adalah neraka. (HHSR. Ahmad dan Tirmidzi);
4.     Al-Haya' adalah salah satu sifat Allah Swt. dalam sebuah riwayat dari Salman Ra. Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah Maha Pemalu. Dia sangat malu jika seorang hamba menengadahkan tangan padaNya, kemudian dibiarkan kosong tak mendapatkan apa-apa (tak dikabulkan)"
 )ان الله حى كريم, يستحيى اذا رفع الرجل اليه أن يردهما صفرا خائبتين) (رواه أبوداود والترمذى)
Dan sekiranya muncul kemudian pertanyaan, bagaimanakah al-haya'nya Allah Swt? Imam Ibnu Qayyim mengatakan: Adapun al-haya' Allah Swt. Bagi hambanya, itu berbeda dengan al-haya' hambaNya, yang mana manusia tidak dapat memahami, dan akal pun tidak mampu untuk memikirkannya. Maka cukuplah kita untuk mengimaninya, tanpa harus mempertanyakan apa, seperti apa dan bagaimana?
Tak sedikit sahabat, sahabiyah dan orang–orang shaleh dari dulu sampai hari ini yang terkenal dengan keindahan akhlak, serta sifat al-haya' yang sangat tinggi. Sebut saja, misalnya, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, 'Aisyah binti Abu Bakar, Fathimah Az-Zahra, Ibnu Abi Huzail, Hisyam bin 'Ammar, dan lain sebagainya.
Dari keterangan di atas dapat kita ambil sebuah kesimpulan, bahwa al-haya' adalah merupakan bagian dari syari'at islamiyyah, dan ia bukan hanya milik kaum hawa. Hanya saja kita terkadang salah dalam menempatkan al-haya' ini, seperti malu dalam hal kebaikan, sesungguhnya itu bukanlah malu yang syar'i, tapi ia adalah kelemahan dan tipu daya setan. Bahkan menyebabkan kita menyembunyikan kebenaran dengan alasan malu, atau dengan kata lain, malu untuk beramar ma'ruf nahi mungkar. Begitu pula dengan rasa malu terhadap ilmu. Dalam shahih Bukhari, Mujahid Berkata: tidak akan mampu belajar seorang yang pemalu atau sombong (lih. Shahih Bukhari Bab. Haya' fil 'ilmi Jild. 1). Aisyah Ra. berkata: sebaik-baik perempuan adalah perempuan Anshar, (dimana) rasa malu tak mencegah mereka untuk belajar agama (tafaqquh fi ad-din).
DR. Fathimah Nashif mengatakan: sekiranya malu bagi pria itu indah, maka bagi wanita (tentu) akan lebih indah. Dan sekiranya malu bagi pria sebuah fadhilah, maka bagi wanita lebih afdhal. Sebab rasa malu telah menambah keindahan dan kecantikan dirinya. dengannya pula ia semakin dicintai dan disayangi. Maka kebaikan dan keburukan (akhlak) seorang wanita dapat diukur, dilihat dari rasa malu yang dimiliki.
Inilah salah satu mahkota terindah yang diberikan Allah Swt. Mahkota yang cocok untuk dipakai semua kalangan. Tanpa ada size tertentu.  Dengannya, seseorang akan semakin menawan. Ia tidak luntur ditelan zaman. Semakin lama dipakai akan  semakin indah. Sebab, ia berasal dari rajanya raja. Cara pemakaiannya telah dicontohkan oleh kekasih-Nya. Nah, masihkah kita ragu untuk mengenangkan? Wallahu a'lam bi-shawab.

Jumat, 16 April 2010

Keramatnya Bisa Menghidupkan dan Mematikan Orang

Syekh Muhammad Bahauddin An Naqsabandiy Ra. Adalah seorang Wali Qutub yang masyhur hidup pada tahun 717-791 H di desa Qoshrul ‘Arifan, Bukhara, Rusia. Beliau adalah pendiri Thoriqoh Naqsyabandiyah sebuah thoriqoh yang sangat terkenal dengan pengikut sampai jutaan jama’ah dan tersebar sampai ke Indonesia hingga saat ini.
Syekh Muhammmad Baba as Samasiy adalah guru pertama kali dari Syekh Muhammad Bahauddin Ra. yang telah mengetahui sebelumnya tentang akan lahirnya seseorang yang akan menjadi orang besar, yang mulia dan agung baik disisi Allah Swt. maupun dihadapan sesama manusia di desa Qoshrul Arifan yang tidak lain adalah Syekh Bahauddin.
Di dalam asuhan, didikan dan gemblengan dari Syekh Muhammad Baba inilah Syekh Muhammad Bahauddin mencapai keberhasilan di dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt. sampai Syekh Muhammad Baba menganugerahinya sebuah “kopiah wasiat al Azizan” yang membuat cita-citanya untuk lebih dekat dan wusul kepada Allah Swt. semakin meningkat dan bertambah kuat. Hingga pada suatu saat, Syekh Muhammad Bahauddin Ra. melaksanakan sholat lail di Masjid. Dalam salah satu sujudnya hati beliau bergetar dengan getaran yang sangat menyejukkan sampai terasa hadir dihadapan Allah (tadhoru’). Saat itu beliau berdo’a, “Ya Allah berilah aku kekuatan untuk menerima bala’ dan cobaanya mahabbbah (cinta kepada Allah)”.
Setelah subuh, Syekh Muhammad Baba yang memang seorang waliyullah yang kasyaf (mengetahui yang ghoib dan yang akan terjadi) berkata kepada Syekh Bahauddin, “Sebaiknya kamu dalam berdo’a begini, “Ya Allah berilah aku apa saja yang Engkau ridloi”. Karena Allah tidak ridlo jika hamba-Nya terkena bala’ dan kalau memberi cobaan, maka juga memberi kekuatan dan memberikan kepahaman terhadap hikmahnya”. Sejak saat itu Syekh Bahauddin seringkali berdo’a sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Syekh Muhammad baba.
Untuk lebih berhasil dalam pendekatan diri kepada Sang Kholiq, Syekh Bahauddin seringkali berkholwat menyepikan hatinya dari keramaian dan kesibukan dunia. Ketika beliau berkholwat dengan beberapa sahabatnya, waktu itu ada keinginan yang cukup kuat dalam diri Syekh Bahauddin untuk bercakap-cakap. Saat itulah secara tiba-tiba ada suara yang tertuju pada beliau, “He, sekarang kamu sudah waktunya untuk berpaling dari sesuatu selain Aku (Allah)”. Setelah mendengar suara tersebut, hati Syekh Bahauddin langsung bergetar dengan kencangnya, tubuhnya menggigil, perasaannya tidak menentu hingga beliau berjalan kesana kemari seperti orang bingung. Setelah merasa cukup tenang, Syekh Bahauddin menyiram tubuhnya lalu wudlu dan mengerjakan sholat sunah dua rokaat. Dalam sholat inilah beliau merasakan kekhusukan yang luar biasa, seolah-olah beliau berkomunikasi langsung dengan Allah Swt.
Saat Syekh Bahauddin mengalami jadzab1 yang pertama kali beliau mendengar suara, “Mengapa kamu menjalankan thoriq yang seperti itu ? “Biar tercapai tujuanku’, jawab Syekh Muhammad Bahauddin. Terdengar lagi suara, “Jika demikian maka semua perintah-Ku harus dijalankan. Syekh Muhammad Bahauddin berkata “Ya Allah, aku akan melaksanakan semampuku dan ternyata sampai 15 hari lamanya beliau masih merasa keberatan. Terus terdengar lagi suara, “Ya sudah, sekarang apa yang ingin kamu tuju ? Syekh Bahauddin menjawab, “Aku ingin thoriqoh yang setiap orang bisa menjalankan dan bisa mudah wushul ilallah”.
Hingga pada suatu malam saat berziarah di makam Syekh Muhammad Wasi’, beliau melihat lampunya kurang terang padahal minyaknya masih banyak dan sumbunya juga masih panjang. Tak lama kemudian ada isyarat untuk pindah berziarah ke makam Syekh Ahmad al Ahfar Buli, tetapi disini lampunya juga seperti tadi. Terus Syekh Bahauddin diajak oleh dua orang ke makam Syekh Muzdakhin, disini lampunya juga sama seperti tadi, sampai tak terasa hati Syekh Bahauddin berkata, “Isyarat apakah ini ?”
Kemudian Syekh Bahauddin, duduk menghadap kiblat sambil bertawajuh dan tanpa sadar beliau melihat pagar tembok terkuak secara perlahan-lahan, mulailah terlihat sebuah kursi yang cukup tinggi sedang diduduki oleh seseorang yang sangat berwibawa dimana wajahnya terpancar nur yang berkilau. Disamping kanan dan kirinya terdapat beberapa jamaah termasuk guru beliau yang telah wafat, Syekh Muhammad Baba.
Salah satu dari mereka berkata, “Orang mulia ini adalah Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy dan yang lain adalah kholifahnya. Lalu ada yang menunjuk, ini Syekh Ahmad Shodiq, Syekh Auliya’ Kabir, ini Syekh Mahmud al Anjir dan ini Syekh Muhammad Baba yang ketika kamu hidup telah menjadi gurumu. Kemudian Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang dialami Syekh Muhammad Bahauddin, “Sesunguhnya lampu yang kamu lihat tadi merupakan perlambang bahwa keadaanmu itu sebetulnya terlihat kuat untuk menerima thoriqoh ini, akan tetapi masih membutuhkan dan harus menambah kesungguhan sehingga betul-betul siap. Untuk itu kamu harus betul-betul menjalankan 3 perkara :
1. Istiqomah mengukuhkan syariat.
2. Beramar Ma’ruf Nahi mungkar.
3. Menetapi azimah (kesungguhan) dengan arti menjalankan agama dengan mantap tanpa memilih yang ringan-ringan apalagi yang bid’ah dan berpedoman pada perilaku Rasulullah Saw. dan para sahabat Ra.
Kemudian untuk membuktikan kebenaran pertemuan kasyaf ini, besok pagi berangkatlah kamu untuk sowan ke Syekh Maulana Syamsudin al An-Yakutiy, di sana nanti haturkanlah kejadian pertemuan ini. Kemudian besoknya lagi, berangkatlah lagi ke Sayyid Amir Kilal di desa Nasaf dan bawalah kopiah wasiat al Azizan dan letakkanlah dihadapan beliau dan kamu tidak perlu berkata apa-apa, nanti beliau sudah tahu sendiri”.
Syekh Bahauddin setelah bertemu dengan Sayyid Amir Kilal segera meletakkan “kopiah wasiat al Azizan” pemberian dari gurunya. Saat melihat kopiah wasiat al Azizan, Sayyid Amir Kilal mengetahui bahwa orang yang ada didepannya adalah syekh Bahauddin yang telah diwasiatkan oleh Syekh Muhammad Baba sebelum wafat untuk meneruskan mendidiknya.
Syekh Bahauddiin di didik pertama kali oleh Sayyid Amir Kilal dengan kholwat selama sepuluh hari, selanjutnya dzikir nafi itsbat dengan sirri. Setelah semua dijalankan dengan kesungguhan dan berhasil, kemudian beliau disuruh memantapkannnya lagi dengan tambahan pelajaran beberapa ilmu seperti, ilmu syariat, hadist-hadist dan akhlaqnya Rasulullah Saw. dan para sahabat. Setelah semua perintah dari Syekh Abdul Kholiq di dalam alam kasyaf itu benar–benar dijalankan dengan kesungguhan oleh Syekh Bahauddin mulai jelas itu adalah hal yang nyata dan semua sukses bahkan beliau mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Jadi toriqoh An Naqsyabandiy itu jalur ke atas dari Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy ke atasnya lagi dari Syekh Yusuf al Hamadaniy seorang Wali Qutub masyhur sebelum Syekh Abdul Qodir al Jailaniy. Syekh Yusuf al Hamadaniy ini kalau berkata mati kepada seseorang maka mati seketika, berkata hidup ya langsung hidup kembali, lalu naiknya lagi melalui Syekh Abu Yazid al Busthomi naik sampai sahabat Abu Bakar Shiddiq Ra. Adapun dzikir sirri itu asalnya dari Syekh Muhammad Abdul Kholiq al ghojdawaniy yang mengaji tafsir di hadapan Syekh Sodruddin. Pada saat sampai ayat, “Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan cara tadhorru’ dan menyamarkan diri”…
Lalu beliau berkata bagaimana haqiqatnya dzikir khofiy /dzikir sirri dan kaifiyahnya itu ? jawab sang guru : o, itu ilmu laduni dan insya Allah kamu akan diajari dzikir khofiy. Akhirnya yang memberi pelajaran langsung adalah nabi Khidhir as.
Pada suatu hari Syekh Muhammad Bahauddin Ra. bersama salah seorang sahabat karib yang bernama Muhammad Zahid pergi ke Padang pasir dengan membawa cangkul. Kemudian ada hal yang mengharuskannya untuk membuang cangkul tersebut. Lalu berbicara tentang ma’rifat sampai datang dalam pembicaraan tentang ubudiyah “Lha kalau sekarang pembicaraan kita sampai begini kan berarti sudah sampai derajat yang kalau mengatakan kepada teman, matilah, maka akan mati seketika”. Lalu tanpa sengaja Syekh Muhammad Bahauddin berkata kepada Muhammad Zahid, “matilah kamu!, Seketika itu Muhammad Zahid mati dari pagi sampai waktu dhuhur.
Melihat hal tersebut Syekh Muhammad Bahauddin Ra. menjadi kebingungan, apalagi melihat mayat temannya yang telah berubah terkena panasnya matahari. Tiba-tiba ada ilham “He, Muhammad, berkatalah ahyi (hiduplah kamu). Kemudian Syekh Muhammad Bahauddin Ra. berkata ahyi sebanyak 3 kali, saat itulah terlihat mayat Muhammad Zahid mulai bergerak sedikit demi sedikit hingga kembali seperti semula. Ini adalah pengalaman pertama kali Syekh Muhammad Bahauddin Ra. dan yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang Wali yang sangat mustajab do’anya.
Syekh Tajuddin salah satu santri Syekh Muhammad Bahauddin Ra berkata, “Ketika aku disuruh guruku, dari Qoshrul ‘Arifan menuju Bukhara yang jaraknya hanya satu pos aku jalankan dengan sangat cepat, karena aku berjalan sambil terbang di udara. Suatu ketika saat aku terbang ke Bukhara, dalam perjalanan terbang tersebut aku bertemu dengan guruku. Semenjak itu kekuatanku untuk terbang di cabut oleh Syekh Muhammad Bahauddin Ra, dan seketika itu aku tidak bisa terbang sampai saat ini”.
Berkata Afif ad Dikaroniy, “Pada suatu hari aku berziarah ke Syekh Muhammad Bahauddin Ra. Lalu ada orang yang menjelek-jelekkan beliau. Aku peringatkan, kamu jangan berkata jelek terhadap Syekh Muhammad Bahauddin Ra. dan jangan kurang tata kramanya kepada kekasih Allah. Dia tidak mau tunduk dengan peringatanku, lalu seketika itu ada serangga datang dan menyengat dia terus menerus. Dia meratap kesakitan lalu bertaubat, kemudian sembuh dengan seketika. Demikian kisah keramatnya Syekh Muhammad Bahauddin Ra. Rodiyallah ‘anhu wa a’aada a‘lainaa min barokaatihi wa anwaarihi wa asroorihii wa ‘uluumihii wa akhlaaqihi allahuma amiin.

Sabtu, 10 April 2010

Al-Imam Ath-Thariqah Wa Ghautsil Khaliqoh As-Sayyid Maulana Muhammad Baha'uddin Naqsyabandie Al-Uwaisy Al-Bukhary Qs

 
Maulana Syaikh Naqsyaband, Imam ut Thariqah adalah Pir. Pir berarti Imam. Imam berarti Tiang. Dia adalah Tiang utama Tarekat kita. Semoga Allah memberkati Beliau dan memberkati kita semua di dunia ini dan akhirat kelak. Maulana Syaikh Naqsyaband berkata “Thariqathun isthufal khalqa jamii-an”. Kita mencoba mengikut dan menjadi pengikut. Ini adalah cara yang mudah dan enak untuk menuju kekuatan.

Ada suatu mesin yang bekerja di depan rangkaian kereta api. Semua kerja yang berat dikerjakan oleh mesin itu. Dibelakang mesin itu ada beberapa gerbong yang bergabung bersama gerbong lainnya membentuk suatu rangkaian, tapi kekuatan utama berasal dari mesin itu, yaitu mesin yang berada didepan dalam rangkaian kereta api. Karena gerbong yang lain bergabung dengan mesin itu, mereka bergerak sesuai dengan arah dari mesin itu. Kemana saja mesin itu menuju rangkaian gerbong itu mengikuti. Walaupun rangkaian gerbong atau pengikut tidak punya kekuatan sendiri, tapi kemanapun mesin mengarah, mereka dapat menuju kesana juga. Mereka bisa juga berjalan menuju tempat tujuan mesin itu.

Karena itu, setiap Tarekat memiliki seorang Imam Tarekat. Imam-ut-Thariqah (Imam Tarekat) telah dikaruniai kekuatan untuk membawa kita dari asfala safiliina ilaa alaa illiyyiin, dari tingkatan terendah ke tingkatan tertinggi. Kalau hanya mengandalkan kemampuan diri kita sendiri mustahil kita bisa mencapainya. Anda tidak akan bisa terbang tanpa naik pesawat udara. Dengan menumpang pesawat udara Anda bisa menempuh perjalanan bahkan dari satu benua ke benua lainnya. Karena itu, Anda harus menggunakan sarana (tarekat) ini untuk beranjak dari maqam terendah Anda hingga ke maqam tertinggi yang mungkin dicapai.

Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs) lahir di desa Qasr al-Arifan dekat Bukhara pada tahun 711 H/1317 M. Beliau dikabarkan telah menunjukkan berbagai keajaiban yang luar biasa sejak masa kecilnya. Ketika Beliau masih muda, Muhammad Baba as Samasi, seorang Syaikh dari Tarekat Naqsyabandi memintanya datang dan untuk memenuhi permintaan ini Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband berangkat ke kota Samas untuk berkhidmat kepada Maulana Syaikh Muhammad Baba as Samasi. Tentang kehidupan Beliau dalam periode ini Maulana Syaikh Bahauddin (Qs), mengisahkan:

Bangun dari tidur setidaknya tiga jam sebelum subuh aku mengerjakan rangkaian shalat sunah dan setelah itu ketika dalam keadaan sujud aku memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa untuk memberiku kekuatan untuk memikul Cinta Ilahiah Nya. Kemudian aku shalat subuh bersama Syaikh ku. Kelihatannya Syaikh mengetahui apa yang kuminta dalam sujudku, karena Beliau mengatakan kepadaku: Kamu harus mengubah apa yang kau minta dalam sujudmu, karena Allah Yang Maha Kuasa tidak suka hambaNya meminta kesukaran. Memang Dia memberi beberapa kesulitan kepada mahlukNya untuk menguji mereka. Hal ini berbeda. Seorang hamba tidaklah boleh meminta untuk diberi kesulitan-kesulitan karena hal ini tidak menunjukkan penghormatan kepada Allah. Karena itu ubahlah permohonan dalam sujudmu dengan berdoa “untuk hambaMu yang lemah ini wahai Tuhanku, karuniakanlah ridhoMu”.

“Sepeninggal Syaikh Muhammad Baba Samasi aku pergi ke Bukhara dan menikah disana. Aku tinggal di Qasr al-Arifan dekat tempat tinggal Syaikh Sayyid Amir Kulal dalam rangka berkhidmat kepada Beliau”. Menurut riwayat lama sebelumnya Syaikh Baba Samasi telah mengatakan kepada Sayyid Amir Kulal untuk mengasuh Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband.

Maulana Syaikh Bahauddin (Qs) mengisahkan pengalamannya. “Suatu ketika aku sedang melakukan khalwat bersama seorang kawan ketika tiba-tiba surga dan suatu pemandangan yang luar biasa ditampakkan didepanku. Dalam visi itu kudengar suara berkata “Tinggalkan semuanya dan datanglah ke Hadirat Kami sendirian”. Aku mulai gemetar dan lari meninggalkan tempat khalwat ke suatu tempat yang ada sungainya dan melompat ke dalam sungai itu. Aku mencuci pakaianku lalu shalat dua rakaat dengan cara yang aku belum pernah melakukan sebelumnya karena aku merasakan sedang shalat dihadapan Hadirat Ilahi. Terjadi Penyingkapan (futuh) di hatiku dan itu merupakan pembuka atas segala sesuatu. Seluruh alam semesta lenyap dan aku tidak sadar akan apapun selain sedang shalat dihadapan Hadirat Ilahi”.

Ada riwayat luar biasa lainnya yang dikisahkan Wali Agung Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs). Beliau bercerita “Pada tahap awal dari keadaan kertertarikanku aku ditanya mengapa aku menempuh jalan ini. Kujawab supaya aku mendapat kekuatan sehingga apapun yang kukatakan dan kuinginkan akan terwujud. Dijawab bahwa tidak bisa seperti itu, karena sesungguhnya apa yang Kami sabdakan dan yang Kami kehendaki adalah yang akan terjadi. Kujawab lagi bahwa aku tidak setuju dengan hal itu. Aku harus mampu berkata dan berbuat apapun yang kuinginkan, jika hal ini tidak bisa kudapat maka kenapa aku harus menempuh jalan ini? Lalu kuterima jawaban: tidak, sesungguhnya apapun yang Kami kehendaki Kami sabdakan dan apapun yang Kami kehendaki akan terwujud. Kujawab lagi apapun yang kukatakan dan kulakukan adalah jalan yang kutempuh. Setelah itu aku ditinggalkan sendirian.

Selama lima belas hari aku sendirian. Hal ini membuatku tenggelam dalam depresi yang mendalam. Lalu tiba-tiba saja terdengar suara “Wahai Bahauddin seperti yang kau inginkan maka Kami mengaruniaimu apapun yang kau inginkan”. Aku memohon agar diberi jalan yang bisa langsung menuju Hadirat Ilahi. Lalu aku mengalami visi yang luar biasa dan mendengar suara yang mengatakan bahwa aku telah dikarunia apa yang kuminta”.

Kisah ini luar biasa karena biasanya orang patuh pada Perintah Ilahi dan tidak meminta pemenuhan keinginan mereka sendiri. Biasanya tindakan menolak untuk mematuhi Perintah Ilahi dan memaksa untuk mendapatkan apa yang diingini akan dianggap tidak adab. Walaupun pada awalnya ditolak, permohonan Maulana Syaikh Bahauddin (Qs) akhirnya dikabulkan. Permohonannya dikabulkan mungkin karena Beliau memohon untuk kemaslahatan orang banyak dan bukan untuk kepentingan diri sendiri.

Ada kisah lain yang tak kalah menariknya kala Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs) diuji oleh Syaikh nya. Ini sungguh ujian yang berat. Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs) menuturkan kejadian ini. “Suatu ketika aku berada dalam tarikan Ilahiah yang begitu kuat sehingga aku tidak sadar akan diriku dan berjalan tanpa menyadari apa yang kulakukan. Ketika malam tiba kulihat kedua kakiku berdarah akibat luka sobek dan tertusuk duri. Lalu kurasakan bahwa aku harus pergi ke rumah Syaikh ku, Sayyid Amir Kulal. Malam itu terasa sangat dingin dan gelap tanpa ada bulan dan bintang sama sekali. Untuk melawan dinginnya malam aku hanya mengenakan jubah tua terbuat dari kulit. Ketika sampai di rumah Syaikh ku, kulihat Beliau sedang bersama teman-teman dan para pengikut Beliau. Ketika Syaikh melihatku Beliau memerintahkan pengikutnya untuk mengusirku keluar dari rumah. Syaikh ku tidak suka aku berada di dalam rumahnya. Pengikut Syaikh mendatangiku dan membawaku keluar dari rumah. Aku tidak terima diperlakukan seperti ini.

Terasa egoku akan mengalahkanku dan mengambil alih kendali perasaanku dengan mencoba meracuniku dengan menggoyah keyakinanku yang tulus pada Syaikh ku. Bagaimana aku bisa menanggung malu dan rasa terhina seperti ini? Lalu Rahmat Ilahi datang kepadaku sehingga aku mampu menanggung ini semata-mata hanya demi Allah dan demi Syaikh ku. Dengan tegas kukatakan pada egoku bahwa aku tidak akan membiarkan egoku membuatku kehilangan cinta dan keyakinanku pada Syaikh ku.

Lalu kurasakan depresi yang mendalam melandaku. Langsung kuarahkan diriku pada keadaan kerendahan hati, meletakkan kepalaku didepan pintu masuk rumah Syaikh dan berjanji bahwa aku tidak akan bergerak dari keadaan seperti itu sampai Beliau menerimaku lagi. Terasa salju dan angin dingin menyusup tulang yang membuatku menggigil dan gemetar menahan dinginnya malam yang kelam. Bahkan tak tampak cahaya bulan dan bintang sedikitpun pun untuk membuatku sedikit nyaman dan hangat. Tubuhku nyaris membeku. Hanya hangatnya cinta kepada Allah Yang Maha Kuasa dan kepada Syaikh ku saja yang menghangatkanku.

Aku menanti dengan tetap dalam keadaaan seperti itu hingga pagi hari. Lalu Syaikh ku melangkah keluar rumah dan tanpa melihatku kakinya menginjak kepalaku. Ketika Syaikh melihatku, dengan cepat dibawanya aku masuk ke dalam rumahnya dan dengan telaten serta penuh perhatian Beliau mencabuti duri dari kakiku. Beliau berkata “Wahai anakku, hari ini kau telah dihiasi dengan busana kebahagiaan dan Cinta Ilahi. Busana yang menghiasimu ini belum pernah dikenakan oleh siapapun, baik diriku maupun Syaikh-syaikh sebelumku. Allah dan Nabi Muhammad (Saw) telah ridho kepadamu. Demikian juga Para Auliya dalam silsilah Rantai Emas, mereka semua telah ridho kepadamu”.

Sambil mencabuti duri-duri dari kakiku dan membasuh luka di kakiku, Syaikh ku menuangkan kedalam hatiku pengetahuan yang belum pernah kualami sebelumnya. Lalu dalam visiku kulihat diriku memasuki rahasia dari Muhammadur RasuluLlah. Ini berarti memasuki rahasia dari ayat yang merupakan Realitas Muhammad. Setelah itu membawaku memasuki rahasia dari la ilaha illaLlah yang merupakan rahasia dari Keesaan Allah. Kemudian membawaku memasuki rahasia-rahasia dari nama-nama dan sifat-sifat Allah Yang Maha Kuasa yang berada dalam rahasia dari Keesaan Allah. Tidak mungkin kata-kata bisa menerangkan keadaan yang kualami ini. Hal ini hanya bisa dialami dengan merasakannya melalui qalbu”.

Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs) dididik oleh Syaikh Baba as Samasi dan Syaikh Sayyid Amir Kulal, keduanya merupakan figur Syaikh terkemuka dari Rantai Emas Tarekat Naqsyabandi. Beliau juga dididik langsung oleh Grand Syaikh terkemuka lainnya dari Rantai Emas yang sama (yang hidup tidak sejaman dengan mereka). Kejadian ini dikisahkan oleh Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband dalam tuturan berikut: Pada awal mula langkahku menempuh Jalan Sufi aku biasa berjalan-jalan dimalam hari dari satu tempat ke tempat lain di desa Bukhara. Untuk belajar dari mereka yang sudah meninggal dunia aku banyak mengunjungi kuburan di kegelapan malam dan ini biasanya juga kulakukan di musim dingin. Suatu malam aku pergi mengunjungi makam dari Syaikh Ahmad al Kashghari dan membaca fatihah untuk Beliau. Di makam Beliau kutemui dua orang yang sedang menantiku. Aku belum pernah bertemu mereka sebelumnya. Mereka disertai seekor kuda. Mereka mendudukanku diatas pelana kuda itu dan mengikatkan dua buah pedang di pinggangku, lalu menuntun kuda ke makam dari Syaikh Mazdakhin. Kami lalu turun dari kuda dan memasuki makam dan mesjid dari Syaikh ini dan mulai melakukan meditasi (murakabah).

Dalam keadaan murakabah kulihat dalam dalam visiku tembok yang menghadap Ka’bah runtuh. Seorang laki-laki bertubuh raksasa kulihat sedang duduk diatas singgasana yang sangat besar. Aku merasa sangat familiar dengannya, sepertinya aku telah pernah bertemu dengannya sebelumnya. Kemanapun aku menghadapkan wajah kulihat orang ini. Disekeliling orang ini ada Syaikh Baba Samasi and Sayyid Amir Kulal berkumpul bersama dengan sekelompok besar orang yang hadir. Aku merasakan rasa cinta yang mendalam kepada laki-laki bertubuh besar ini dan pada saat bersamaan merasa takut padanya. Sosoknya memesona sekaligus menakutkanku dan keindahannya penampilannya menimbulkan rasa cinta dan ketertarikan. Aku bertanya pada diriku sendiri siapa sebenarnya lelaki agung dan bertubuh besar ini. Tiba-tiba kudengar seseorang yang berada disekitar lelaki itu berkata “Orang ini adalah Syaikh mu dan dialah yang menjagamu dalam jalur spiritualmu. Dia mengawasi jiwamu sejak masih berupa sebuah atom di Hadirat Ilahi. Kau telah dilatihnya selama ini. Namanya adalah Abdul Khaliq Al Gujduwani dan kumpulan orang yang terlihat disekelilingnya adalah para Auliya yang membawa rahasia-rahasia besarnya, rahasia-rahasia dari Rantai Emas”. Lalu Syaikh Abdul Khalik mulai menunjuk masing-masing Syaikh yang ada disitu dan berkata “Ini adalah Syaikh Ahmad, ini Arif ar-Riwakri, ini Syaikh Ali ar-Ramitani, ini Syaikh mu Baba as Samasi yang memberimu jubah semasa hidupnya”. Dia bertanya padaku “Apakah kau mengenalnya?”. Kujawab “Ya”. Lalu Beliau berkata “Jubah yang diberikannya kepadamu masih berada dirumahmu dan dengan perkenan Syaikh mu maka Allah Yang Maha Kuasa telah menghapus banyak kesulitan-kesulitan yang semestinya menimpamu”.

Lalu terdengar suara lain yang berkata ”Syaikh yang duduk diatas yang singgasana itu akan mengajarimu sesuatu yang kau butuhkan dalam menempuh jalan sufi ini”. Aku bertanya kepada mereka apakah aku diperbolehkan menyentuh tangan Beliau. Setelah diijinkan aku memegang tangan Beliau. Lalu Syaikh Abdul Khaliq Al Gujduwani mulai mengajariku tentang jalan sufi, permulaannya, pertengahan dan akhirnya. Beliau berkata “Kau harus menyesuaikan sumbu hakikat dirimu sehingga cahaya yang tak kasat mata akan diperkuat didalam dirimu dan rahasia-rahasianya menampak. Kau harus menunjukkan istiqomah dan harus menjaga Syariah Suci dari Nabi Muhammad (sal) pada apapun keadaanmu”.

Beliau juga berkata “Kau harus meninggalkan kesenangan hidup duniawi dan menjauhi perbuatan bid’ah dan pusatkan dirimu hanya pada sunah-sunah Nabi Muhammad (Saw). Kau harus menghayati dan menyelami peri kehidupan Nabi Muhammad (Saw) dan para sahabatnya. Kau harus mengajak orang untuk membaca dan mengikuti tuntunan Qur’an baik siang maupun malam dan menegakkan shalat wajib serta semua ibadah sunah. Jangan sekali-kali memandang rendah bahkan pada hal-hal kecil dari perbuatan dan amal shalih Nabi Muhammad”.

Begitu Syaikh Abdul Khaliq al-Ghujduwani (Qs) menyelesaikan ucapannya, wakil Beliau berkata padaku ”Agar kau yakin bahwa visi yang kau lihat ini benar adanya Beliau akan mengirimu suatu pertanda”. Dijelaskan bahwa hal-hal dan kejadian-kejadian tertentu akan terjadi sebagaimana mustinya terjadi dan pada saat yang telah ditentukan. Demikianlah kejadian-kejadian itu terjadi persis sebagaimana telah dikatakan kepada Maulana Syaikh Bahauddin (Qs) yang kemudian juga berbuat persis sebagaimana Beliau diperintahkan, hal ini membuktikan kebenaran visi yang dialami Maulana Syaikh Bahauddin (Qs). Beliau juga diminta untuk memberikan jubah Azizan kepada Sayyid Amir Kulal (Qs). “Setelah visi itu berakhir aku pulang kerumah dan mencari jubah itu dan bertanya kepada keluargaku dimana adanya jubah itu. Mereka mengatakan kepadaku bahwa jubah itu sudah berada disana sejak lama, sambil membawa jubah itu dan menyerahkannya kepadaku. Aku mulai menangis didalam hati ketika melihat jubah itu”.

Setelah memenuhi segala hal yang dikatakan dalam visiku, sebagaimana diperintahkan aku membawa jubah Azizan ke Syaikh Sayyid Amir Kulal (Qs) dan memberikan padanya. Setelah terdiam beberapa saat Syaikh Amir Kulal berkata padaku “Aku diberitahu tentang jubah Azizan ini semalam yaitu bahwa kamu akan membawa dan menyerahkannya padaku. Aku diperintahkan untuk menyimpannya dalam sepuluh lapis selubung yang berbeda“. Beliau lalu memintaku masuk ke dalam kamarnya dan mengajarkan serta menempatkan didalam hatiku zikir tanpa bersuara. Aku diminta untuk terus menerus berzikir seperti itu siang dan malam. Aku terus mengamalkan zikir ini yang merupakan bentuk tertinggi dari zikir.

Aku juga berguru kepada ulama-ulama lain untuk belajar Syariah dan sunah-sunah Nabi Muhammad (Saw) dan juga mengkaji sifat-sifat Nabi Muhammad (Qs) dan para sahabatnya. Sejak aku melaksanakan apa-apa yang diperintahkan dalam visiku, hidupku mengalami perubahan besar. Semua yang diajarkan oleh Syaikh Abdul Khaliq Al Gujduwani (Qs) dalam visi itu bermanfaat bagiku dan membuahkan hasil. Ruh Beliau selalu menyertaiku dan mendidikku. Syaikh Abdul Khaliq Al Gujduwani (Qs) adalah salah satu dari beberapa Guru/Syaikh dari Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs) walaupun Syaikh Abdul Khaliq Al Gujduwani (Qs) hidup dimasa sebelum jaman Maulana Syaikh Naqsyaband (Qs). Hubungan ini dalam dunia sufi dikenal sebagai Hubungan Uwaisy, yang berarti bimbingan dan hubungan spiritual terjadi walaupun masing-masing berasal dari jaman yang berbeda. Syaikh Abdul Khaliq Al Gujduwani (Qs) juga merupakan salah satu Syaikh dari Rantai Emas Tarekat Naqsyabandi.

Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs) juga mengikuti dan belajar pada Mawlana Arif ad-Din Karani selama tujuh tahun. Setelah itu Beliau mengikuti Maulana Kuthum Syaikh selama beberapa tahun. Beliau juga menyertai seorang darwis bernama Khalil Ghirani yang tentangnya Beliau berkata “Selama menyertai Syaikh Khalil Ghirani banyak pengetahuan baru yang selama ini tersembunyi mulai tersingkap di hatiku dan Beliau selalu menjagaku, memujiku dan mengangkat derajatku”. Ada Kekasih Allah lainnya yang disebut oleh Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs) “Beliau memerintahkanku untuk menolong dan melayani orang miskin dan menolong mereka yang sedang hancur hatinya. Beliau memintaku untuk rendah hati dan bersikap toleran. Beliau juga mengatakan padaku untuk menyayangi hewan-hewan dan menyembuhkan sakit dan luka mereka dan memberi mereka makanan”.

Maulana Syaikh Bahauddin Naqshband (Qs) mengisahkan tentang kejadian lain yang masih berhubungan dengan jubah Azizan. “Suatu hari aku sedang berada di kebunku dan dikelilingi oleh murid-muridku. Aku mengenakan jubah Azizan. Tiba-tiba aku diliputi oleh rahmat dan tarikan surgawi dan kurasakan diriku dihiasi dengan busana sifat-sifat Allah Yang Maha Kuasa. Kurasakan diriku mulai gemetar sedemikian rupa yang tak pernah kualami sebelumnya sehingga aku tak mampu lagi berdiri. Lalu tampak olehku visi yang luar biasa dimana keberadaanku sama sekali lenyap (fana) dan aku tidak melihat apapun kecuali Wujud Tuhanku.

Lalu kulihat diriku keluar dari Hadirat Ilahiah-Nya yang tampak terpantul dari cermin Muhammadur RasuluLlah yang berbentuk sebuah bintang dalam samudra cahaya tanpa batas. Wujud luarku lenyap dan kusaksikan makna sesungguhnya dari la ilaha illaLlah Muhammadur Rasulullah. Kemudian kusaksikan makna sejati dari nama-nama Allah yang kemudian membawaku kepada Yang Maha Ghaib yang merupakan esensi dari nama Allah ‘Huwa” (Dia). Begitu aku memasuki samudra ini jantungku berhenti berdetak dan hidupku berakhir. Aku berada dalam keadaan mati. Semua orang yang berada disekelilingku mulai menangis karena mengira aku sudah meninggal dunia. Akan tetapi setelah kitra-kira enam jam aku diperintahkan untuk kembali ke ragaku. Aku bisa menyaksikan ruhku kembali memasuki ragaku perlahan-lahan dan visi itu berakhir”.

Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs) juga mengatakan kalau Beliau menerima rahasia-rahasia spiritual dari berbagai pihak dan khususnya dari Uways al-Qarani (Qs) yang memberi pengaruh besar dalam hal meninggalkan keduniawian dan melekatkan diri Beliau kepada hal-hal spiritual (ukhrowi). Beliau berkata “Aku melakukan ini dengan menjaga sunnah dan perintah-perintah Nabi Muhammad (Saw) sampai aku mulai menyebarkan hikmah dan dikarunia rahasia-rahasia Ilahiah dari yang Maha Esa yang tidak pernah diberikan pada seorangpun sebelumku”

Ada kisah menarik lainnya yang dituturkan oleh Wali Agung Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs) mengenai kekuatan spiritual Beliau. Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs) berkata: Suatu hari aku pergi ke gurun bersama salah satu muridku yang tulus yang bernama Muhammad Zahid. Kami mulai menggali tanah dengan menggunakan sebuah beliung (alat untuk menggali) dan pada saat bersamaan juga sambil membicarakan secara mendalam tingkatan-tingkatan pengetahuan. Sambil terus mengayun beliung pembicaraan kami terus berlangsung dan semakin mendalam. Lalu tiba-tiba muridku bertanya “Sampai batas apakah pencapaian ibadah?”. Kujawab ”Peribadatan mencapai suatu tingkatan dimana kau mampu menunjuk pada seseorang dan berkata “Matilah” dan lalu orang itupun mati”. Ketika aku sedang mengatakan itu tanpa sadar sambil telunjukku menunjuk pada Muhammad Zahid. Ketika kukatakan kata “Mati” terjadilah hal yang mengerikanku yaitu muridku jatuh dan meninggal dunia. Waktu terus berlalu dari pagi sampai tengah hari dan muridku masih dalam keadaan mati. Pada saat tengah hari terasa sangat panas dan jenasah muridku mulai semakin memburuk karena panas yang sangat. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dan merasa takut serta kebingungan. Yang bisa kulakukan adalah membawa jenasahnya ketempat teduh dibawah pohon. Aku lalu duduk mulai berfikir dan merenung akan apa yang harus kulakukan dalam situasi ini. Tiba-tiba muncul Ilham dalam pikiranku dan aku berkata sambil menunjuk pada jenasah muridku “Wahai Muhammad Hiduplah!” tiga kali. Timbul rasa legaku ketika perlahan-lahan nyawanya kembali ke tubuhnya dan secara bertahap muridku kembali ke kesadarannya. Dengan bergegas aku menemui Syaikh ku dan menceritakan kejadian itu. Syaikh ku kemudian berkata “Wahai anakku, Allah Yang Maha Kuasa telah memberimu suatu rahasia yang tak pernah diberikannya kepada siapapun”.

Dihari-hari akhir masa hidupnya Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs) lebih sering mengurung diri di kamarnya. Banyak orang yang datang mengunjungi Beliau. Semakin banyak orang yang berkunjung ketika sakit Beliau semakin parah. Saat ajal Beliau makin dekat, Beliau memerintahkan agar dibacakan Surah Yaasin. Selesai dibacakan Surah Yaasin Beliau mengangkat tangan sambil membaca Dua Kalimah Syahadat, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad (Saw) adalah Utusan Allah. Dengan Syahadat ruh suci Beliau kembali kepada Allah. Ketika itu tanggal 3 Rabiul Awwal, 791 H/1388 M, pada hari Senin malam. Sesuai permintaannya Beliau dimakamkan di taman miliknya. Mengenai kejadian ini seorang Wali Agung masa itu Abdul Wahab asy-Syarani berkata: Ketika Syaikh dimakamkan di makamnya terbukalah untuk Beliau sebuah jendela ke surga, sehingga makamnya menjadi sebuah taman surga. Dua mahluk spiritual berpenampilan memesona datang dan memberi salam kepada Beliau sambil berkata “Kami telah menanti sekian lama untuk melayani Anda sejak Allah menciptakan kami dan sekarang waktunya telah tiba bagi kami untuk melayani Anda”, terhadap ucapan ini Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (ral) menjawab “Aku tidak butuh apapun selain Dia. Aku tidak butuh kamu, aku butuh Dia”. Dengan cara seperti itu Beliau mangkat.

Itulah kisah kebesaran dari Pir atau Tiang dari Tarekat Naqsyabandi yang mulia. Tarekat ini sebelum jaman Beliau dikenal sebagai Tarekat Siddiqiyah. Setelah Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs), tarekat ini dikenal sebagai Tarekat Naqsyabandiyah.

Semoga Allah merahmati Maulana Syaikh Bahauddin Naqsyaband (Qs).

Amiin.

Foto-foto Eksklusif Peninggalan Rasulullah SAW


Bila kita berjarak jauh dengan sang terkasih Muhammad Rasulullah yang berbentang waktu 1.400 tahun… bila kita belum pernah melihat wajah sucinya, sementara kita menyebut namanya setiap hari, kita menghantarkan salam kepadanya setiap hari melalui shalat, shalawat-shalawat dan do’a-do’a yang kita lantunkan, kita memohon syafa’atnya untuk keselamatan kita di akhirat dari pedihnya adzab neraka, tidakkah foto berikut ini mengobati kerinduan kita yang sangat dalam kepada Sang Tercinta Nabi Agung, Kekasih Allah dan sang pribadi mulia panutan alam?? Titik air mataku begitu melihat langsung baju beliau yang bersahaja dan sudah robek, sandal beliau, keranda beliau yang tak terhalang apapun. Allahu Akbar … serasa dekaaat denganmu ya Rasulullah … Andai aku bisa melihat wajahmu, rontok segala persendianku, tak tahan dengan kenikmatan memandang kemuliaan wajahmu… Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad ….

( Selamat merasakan keharuan menatap peninggalan ini. Semoga kerinduan kita semakin memuncak kepada sang Nabi Agung, sang kekasih Allah …)
Allahumma shalli ‘ala sayyidina wa maulana Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam …
The Blessed Shirt of Prophet Muhammad SAW (Baju gamis Nabi SAW yang lusuh dan robek-robek. Yaa Allah … betapa sederhananya baju sang pemimpin dunia yang suci nan agung ..!!)

BILA SUROYA TENGGELAM



(Mr. Hs. M. Irfa’i Nahrawi an-Naqsyabandie, al-Hajj Qs)
Dalam dinginnya malam kuberdiri
Di atas rimbunnya semak
Kuratapi nasib ini
Dalam cahaya purnamaMu

            Kupikul kerinduan untuk mengadu di hadapanMu
Kenapa kudustakan Rosul kekasihMu
Kutergelincir menyekutukanmu

Desak kehidupan melupanku padaMu
Kudewakan harta, kupertuhan hawa
Dalam penjara dosa
Di gelap kebodohan kumenangis

            Kuterkapar dalam genangan air keruh
Kedengar petir langitMu
Kemurkaanmu pasti hamba tak berdaya
Soraya terbenam dalam terangnya hari

Kenapa aku tak melihatMu
Engkau tak ciptakan aku buta
Tanpa arah pasti
Aku ikuti sangka dan pesona

            Menatap moleknya dunia
            Aku terjerambab dalam kubang nista
            Kubang dusta, kedustaanku pada diriku

Tuhan….engkau selalu muncul di setiap ujung langkahku
Kenyataan berbisik setiap cita hanya milikMu

            Pahit manis bumi dan langitMu
            Upah karya dan perbuatan hamba
            Ya alllah…ijinkan hamba
            Bersujud mengabdi…

Menadah ….ampunan dan kasih sayangMu

Fragmen Akhir Syeh Siti Jenar Menjelang Hukuman Mati



Bumi resah, bumi kan terus bersimbah darah
Di jalanan dan pematang-pematang sawah
Jiwa memar dan kepedihan merekah
Siapa lagi yang akan mereka bunuh Saudara?
Dapatkah senjata dan pedang, teror dan perang
Memikul beban dan hiruk pikuk bumi yang kerontang?

Bumi resah, bumi berkalang pasang dari nafsu dan keserakahan dari ketakutan dan dendam
Dan datang dengan remuk malam-malamnya bercucuran sesal dan hujan

Kaubuka katup mulut dan jiwamu
Kaurengguk derita recai dan hitamnya
Kau mandi dengan keluh kesahnya

Bumi resah, bumi penuh rongga
Dan buah busuk pikiran

Tapi kau datang dari laut sinar-sinar
Kau gemilang dengan keemasan seperti pesta perkawinan

Kau rumah segala gelisah dan topan
Maut sekalipun
Ajal dan pembantaian keji
Bagiku adalah tangga
Menuju Tuhan

Kau adalah titian
Tempat mendaki dan jatuh
Kau juga buku
Tempat berkumpul dan bertemu segala pengetahuan

kau hati dan laut dalam
Beribu arus kejadian dan gelombang tersimpan
Di laut-Mu
Mati hanyalah riak kehidupan

Kau adalah tangan
Tempat luka pedih dan disembuhkan
Dan hukum pancung ini bagiku adalah makrifat sejati menuju kesembuhan

Kau pemandang dan kota-kota
Tempatku berjalan dan mengembara
Kau adalah tempat singgah
Di rimba raya

Dan aku hanya pintunya
Runtuhkan pintu ini
Dan masuklah

Kau juga awan
Hujan yang tak henti-henti
Kau suburkan segala tanaman
Di bumi dan hati
Dan orang hanya merusak
Tanpa membangun lagi

Kau adalah buah
Santapan segala buah
Dan aku bangkit memetiknya dengan tubuh bersimbah darah

Dan bila mereka tusukkan pedangnya kebadan hewan ini
Akan berlayar kapan ajal membawaku karam dalam lautan

Lantas apakah baik dan buruk itu?
Apakah benar dan tidak benar itu?

Semburan bisa ular adalah buruk bagi orang Tapi tenaga hidup bagi sang ular demikian juga keyakinanku

Taring harimau berbahaya bagi kijang
Tapi mahkota bagi si raja hutan

Lantas apakah baik dan buruk itu?
Salah dan benar?

Kau adalah jalan dan kebangunan
Karena pada bumi kau pinjamkan tubuhku ini
Biar sekarang kukembalikan lagi

Tapi sajak dan kata-kataku
Biarlah tetap di sini:
Syeh Siti Jenar mabuk sinar ilahi!