Terbentuknya
tarekat naqsyabandi melalui beberapa fase. Fase pertama, Pra Sejarah berdirinya
tarekat Naqsayabandiyya, belum punya identitas. Fase kedua, Periode Formasi
Tarekat Naqsyabandi, terlihat identitasnya sebagai sebuah perkumpulan
persaudaraan sufi. Fase ke-tiga, periode perkembangan dan penyebaran Tarekat
Naqsyabandi, menjadi sebuah perkumpulan besar yang terorganisir dengan baik dan
rapi.
Tarekat
Naqsyabandi merupakan satu-satunya tarekat yang memiliki Silsilah transmisi
pengetahuan melalui pemimpin pertama ummat Islam, Abu Bakar as-Sidiq. Tidak
seperti tarekat-tarekat lainnya, dimana Silsilah-nya berpangkal dari salah satu
pemimpin spiritual dan Imam Syi’ah, yaitu Imam Ali Ibn Abi Thalib.
Salah satu
Karakter tarekat Naqsyabandi adalah tergambar melalui fakta bahwa
kesesuaian-nya dengan hukum-hukum Islam merupakan suatu hal yang teramat
penting dalam perkumpulan ini. Ketaatan yang mendalam terhadap hukum-hukum
syariat adalah thema yang sering di tekankan oleh banyak kalangan Naqsyabandi
dalam mendefinisikan jalan mistik mereka.
Dalam
perkembangannya Tarekat Naqsyabandiyyah tersebar luas di Asia tengah, Volga,
Kaukasia, Barat laut dan Barat daya China sampai ke Indonesia, sub-kepulauan
India, Turki, Eropa dan Amerika Utara.
Tarekat
Naqsyabandiyyah, lahir dan di formalkan dengan menggunakan nama salah satu ahli
Silsilah yang terkenal dan memiliki banyak pengikut di berbagai pelosok Dunia
Islam. Ia adalah Muhammad Ibn Muhammad Baha’ al-Din al-Naqsyabandi, yang lahir
dari kota Hinduwan atau kota Arifan, Bukhara Uzbekistan pada tahun (717 H/1318
M – 791 H/1389 M).
Tradisi
Naqsyabandi tidak menganggap Baha’ al-Din al-Naqsyabandiyah sebagai pendiri
tarekat, atau dalam pengertian lain Tarekat Naqsyabandi bukan berawal darinya.
Akan tetapi karena kebesaran namanya, sebagai seorang tokoh sufi yang besar dan
pemimpin dzikir yang di hormati dan di cintai. Namanya diabadikan dan digunakan
sebagai bentuk penghomatan padanya.
Ada 3 fase
periode pembentukan Tarekat Naqsyabandiyya.
Fase pertama,
Pra Sejarah berdirinya tarekat Naqsayabandiyya.
Pada fase
pertama periode pra sejarah Tarekat Naqsyabandi di sebutnya sebagai “Periode
protohistoris” . Disebut sebagai periode protohistoris karena Tarekat
Naqsyabandi pada masa itu belum mempunyai identitas, karena tokoh-tokohnya atau
garis Silsilahnya tidak dianggap sebagai eksklusif milik Tarekat Naqsyabandiyah
yang menggunakan paham sunni Salah satu contoh-nya adalah Saidina Ja’far
as-Sodiq. Dia adalah Imam Syiah ke 6 dari garis keturunan Ayahnya Imam Baqir
sebagai Imam syiah ke 5, akan tetapi dari garis keturunan Ibunya ia adalah cucu
saidina Qosim Bin Muhammad Bin Abu Bakar as-Siddiq, dan cicit dari Abu Bakar
Siddiq. Imam Ja’far as-Sodiq dalam transmisi ke Ilmuawannya lebih condong ke
Ibunya putrid Saidina Qosim dan mengenal Ilmu-ilmu Agama langsung dari kakeknya
Saidina Qosim. Garis Silsilah pada periode ini dimulai dari:
•
Syaikh Abu Ali Fadhlal bin Muhammad Ath-Thusi
al-Farmadi
•
Syaikh Abu Hasan Ali bin Abu Ja’far al-Kharkani
•
Syaikh Abu Yazid Thaifur bin Adam bin Syarusyan
al-Busmati
•
Saidina Imam Ja’far as-Sodiq
•
Saidina Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar Shiddiq
•
Saidina Salman al-Farizi
•
Saidina Abu Bakar as-Shidiq
•
Nabi Muhammad saw.
Pada periode
protohistoris ini, Tarekat Naqsyabandi juga disebut sebagai Tarekat Uwaysi.
Disebut demikian karena inisiasi (bay’ah) tidak selalu di lakukan oleh mursyid
yang masih hidup dan selalu hadir secara fisik, akan tetapi inisiasinya dapat
dilakukan oleh mursyid yang kehadirannya secara spiritual (Rohanyah) baik syeakh
yang masih hidup maupun syeakh yang sudah meninggal sekalipun atau pula melalui
Nabi Khidir.
Dinamakan
Tarekat Uwaysi berkenaan dengan tokoh rohani atau spiritual pada zaman sahabat,
yaitu Uwaysi al-Qorni. Disebutkan bahwa Uwaysi al-Qorni selalu berjumpa dengan
Nabi walaupun tidak pernah berjumpa secara fisik, perjumpaanya selalu melalui
perjumpaan rohani.
Fase kedua,
Periode Formasi Tarekat Naqsyabandi
Pada fase kedua
ini, sejarah Tarekat Naqsyabandi mulai terlihat identitasnya sebagai sebuah
perkumpulan persaudaraan sufi. Identitas Tarekat Naqsyabandi berawal atau
bersumber dari Guru Sufi besar yang hidup se-zaman dengan Muhiddin Abu Muhammad
Abdul Qadir bin Abi Saleh Zangi Dost Jilani (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani),
yaitu Syaikh Abu Ya’kub Yusup al-Hamadani (w 1140 M).
Syaikh Abu
Ya’kub Yusup al-Hamadani, memiliki 2 orang murid yang sekaligus sebagai
khalifahnya dalam menyebar luaskan ajaran-ajarannya, yaitu Syaikh Ahmad
al-Yasawi (w 1169 M), dan Syaikh Abdul Khaliq Gujdawani (w 1220 M).
Syaikh Ahmad
al-Yasawi sebagai khalifah menyebarkan ajaran gurunya dengan membentuk suatu
perkumpulan persaudaraan sufi, yaitu Tarekat Yasawi. Yang penyebarannya dari
Asia tengah hingga Turki dan Anatolia.
Sedangkan Syaikh
Abdul Khaliq Gujdawani dalam menyebarkan ajaran gurunya di lakukan dengan
membentuk Tarekat Kwajagan (cara khoja atau guru). Adapun penyebarannya berada
pada sekitar daerah Transoksania.
Syaikh Abdul
Khaliq Gujdawani dengan tarekat kwajagan-nya merupakan pilar dasar terbentuknya
Silsilah Tareqat Naqsyabandi. Dan dari sanalah ruh gnosis Islam dan suksesi
ajaran-ajaran Syaikh Abu Ya’qub Yusup al-Hamadani terbentuk dan melembaga
kedalam suatu bentuk Silsilah yang tidak pernah putus. Adapun suksesi pewarisan
ajaran Syaikh Abu Ya’qub Yusup al-Hamadani terurai kedalam suatu Silsilah,
sebagai berikut:
•
Syaikh Muhammad Baha’ al-Din al-Naqsyabandi ibn
Muhammad as-Syariful Husaini al-Hasani al-Bukhari (w 1389 ), Ia mengambil dari
……..
•
Syaikh Sayid Amir Kulali ibn Sayid Hamzah (w
1371 ), Ia mengambil dari …….
•
Syaikh Muhammad Baba al-Samasi (w 1340), Ia
mengambil dari ……..
•
Syaikh Azizan Ali al-Ramitani (w 1306), Ia
mengambil dari ……..
•
Syaikh Mahmud al-Anjiri Faqhnawi (w 1272), Ia
mengambil dari …….
•
Syaikh Arif ar-Riwiqari (w 1259), Ia mengambil
dari …….
•
Syaikh Abdul Khaliq Guddawani (w 1220), Ia
mengambil dari …..
•
Syaikh Abu Ya’qup Yusup al-Hamadani (w 1140).
Selanjutnya
dalam tarekat Kwajagan melalui Syaikh Abdul Khaliq Kudawani, gurunya menetapkan
delapan prinsip dasar dalam ajarannya. Dan kedelapan prinsip prinsip dasar
tersebut menjadi dasar dari Tarekat Naqsyabandi. Kedelapan prinsip tersebut
adalah sebagai berikut:
(1). Husy dar
dam, (2). nazhar bar qadam, (3). safar dar watan, (4). khalwat dar anjuman,
(5). yadkard, (6). bazgasyt, (7). nigah dast, dan (8). yads dast. Dari
dasar-dasar ajaran syaikh Abu Ya’qub Yusup al-Hamadani, selanjunya oleh Syaikh
Baha’ al-Din al-Naqsyabandi menambah 3 prinsip utama sebagai penyempurnaan. Ke
tiga prinsip tambahan itu, adalah (1). Wuguf zamani, (2). Wuquf ‘adadi, dan
(3). Wuqub qalbi.
Ke-sebelas
prinsip tersebut selanjutnya dan seterusnya semenjak abad 13 dan 14 yang silam
telah di nisbatkan pada Tarekat Naqsybandi, dan sekaligus sebagai cikal bakal
dan pilar dasar terbentuknya sebuah gnosis Islam Tarekat Naqsyabandi.
Sejak di
nisbatkannya nama Naqsyabandi dari Syaikh Baha’ al-Din sebagai Nama dan
Identitas dalam perkumpulan tarekat yang sebelumnya berupa tarekat khwajagan,
Tarekat Naqsyabandi semakin masyhur dan memiliki pengaruh yang sangat luas dari
masa ke masa. Figur utama Syaikh Baha’ al-Din tidak hanya di kenal sebagai
seorang sufi besar akan tetapi juga di kenal sebagai seorang tokoh penasehat
utama sultan, yang tegas dan berani serta adil pada masa pemerintahan sultan
Khalil (w 1347). Namanya di catat dalam sejarah kesultanan Samarkand. Semua
kemajuan yang di capai oleh ke sultanan tidak dapat dilepaskan dari peran serta
dan keterlibatan Baha’ al-Din.
Fase ke-tiga,
periode perkembangan dan penyebaran Tarekat Naqsyabandi
Pada periode
ini, Tarekat Naqsyabandi telah menjadi sebuah perkumpulan besar yang
terorganisir dengan baik dan rapi. Pengikut-pengikut Tarekat Naqsyabandi tidak
hanya orang-orang yang menginginkan dan mencari pengetahuan spiritual, akan
tetapi sejumlah ahli figih, ahli tafsir dan ahli hadist berbai’at kepada Syaikh
Baha’ al-Din. Sederet Nama besar ahli Agama menjadi khalifah Syaikh Baha’
al-Din, seperti Khwaja Ala’ al-Din al-Aththar (w 1400) seorang ahli hadist, dan
theology Islam, Khwaja Muhammad Parsa (w 1419) seorang ahli tafsir Al-Quran,
dan bersama Ya’qub al-Charki menulis Tafsir Al-Quran, Khwaja Sa’id al-Din
Kasyghari (w 1459) seorang teolog dan ahli Filasafat. Pada periode ini yang
paling menonjol adalah murid dan sekaligus seorang khalifah Ya’qub al-Charki,
yaitu Syaikh Nasaruddin Ubaidullah al-Ahrar as-Samarqandi (w 1490) yang
kemudian menjadi penerus kemursyidan tarekat Naqsyabandi generasi ketiga Syaikh
Baha’ al-Din.
Berbagai
refrensi dan buku-buku sejarah tarekat Naqsyabandi ini, Syaikh Nasaruddin
Ubaidullah al-Ahrar telah merubah sebuah paradikma klasik yang meng-identikkan
kesufian dan kemiskinan. Ia adalah simbul seorang Mistikus Islam yang sangat
amat kaya. Pemilik 3.300 perkampungan (mazra’ah) dan lahan pertanian yang
sangat luas. Sebuah kampung terkenal Pashaghar di samarkand adalah miliknya,
dan dalam perniagaannya di bantu oleh tiga ribu buruh dan tiga ribu pasang
kerbau untuk mengairi lahan pertaniannya. Delapan ribu maund gandum di serahkan
kepada sultan Ahmad Mirza sebagai pajak tanah pertanian setiap tahun.
Syaikh
Nasaruddin Ubaidullah al-Ahrar sebaga mursyid ke 18, dalam suksesi kemursidan.
Pada masa kepemimpinannya, Tarekat Naqsyabandi telah tersebar dan menguasai
hampir seluruh wilayah Asia Tengah meluas ke Turki dan India. Kemudian telah
berdiri beberapa pusat perkumpulan (cabang), seperti China, Chiva, Taskend,
Harrat, Bukhara, Iran, Afganistan, Turkistan, Khogan, Baluchistan, Iraq, India.
Pada periode
ini, Tarekat Naqsyabandi mencapai puncaknya ketika suksesi kemursidan di pegang
oleh Syaikh Ahmad al-Faruqi Sirhindi (w 1624) sebagai mursyid ke 23. Syaikh
Ahmad al-Faruqi Sirhindi adalah seorang Teolog terkemuka di Dunia dan pemikir
yang berilyan. Ia adalah murid kesayangan karena kecerdasannya, kesuhudan dan
keshalehannya, dan di hormati karena ketinggian Ilmunya dan pemikirannya yang
sangat cemerlang dari seorang guru sufi besar, al-Qutub Syaikh Muhammad Baqi
Billah (w 1603) mursyid ke 22 Tarekat Naqsyabandi yang bermukin di India.
Dibawah
kepemimpinan Syaikh Ahmad al-Faruqi Sirhindi, Tarekat Naqsyabandi telah
tersebar ke berbagai penjuru Dunia Islam dan di ikuti oleh banyak pengikut.
Pada masa itu pula telah berdiri beberapa tempat pusat kegiatan berupa
kangah-kangah, seperti di Jabal Abu Qubais Arab, Yaman, Damaskus, Mesir,
Spanyol, Bagdad, Afrika dan Amerika Utara. Syaikh Ahmad al-Faruqi Sirhindi
tidak hanya seorang guru sufi besar akan tetapi juga seorang Mujaddid. Dan
pemikirannya tidak hanya di akui oleh dunia Islam akan tetapi juga oleh para
orientalis barat, katab-kitab karanganya telah menjadi rujukan Ilmu-ilmu
Filsafat dan Sosial. Demikian juga para mursyid-mursyid berikutnya, setiap
zaman, setiap masa, para mursyid sebagai ahli silsilah di Tarekat Naqsyabandi
senantiasa memiliki keahlian-keahlian yang berbeda sesuai dengan kondisi zaman.
Catatan: makalah
pada seminar nasional 2 jakarta by Zubaidi