Banyak
kalangan yang terus menerus menuduh kaum Sufi terutama para Ulamanya, melalui
berbagai rekayasa dan kalimat-kalimat, wacana yang disandarkan kepada para
Ulama tersebut, sehingga mengesankan betapa para Ulama Sufi telah sesat.
Rekayasa yang penuh dengan kezaliman ini telah disebarkan oleh musuh Islam,
sekaligus mereka yang anti tasawuf.
Di
bawah ini ilustrasi yang cukup otentik atas rekayasa tersebut:
Dalam
Thobaqotnya, Ibul Farra’ mengutip dari Abu Bakr al-Maruzy, bahwa mereka (para
perekayasa) telah banyak meriwayatkan berbagai masalah, kemudian
masalah-masalah itu diidentifikasikan sebagai pandangan Ahmad bin Hambal. Dalam
masalah ini mereka menuturkan:
“Dua
orang yang saleh telah diuji melalui lingkungan sahabatnya yang buruk. Ja’far
as-Shodiq dan Ahmad bin Hambal. Adapun Ja’far ash-Shodiq, karena banyak wacana
yang disandarkan padanya, yang telah dikodifikasi dalam fiqih Syia’ah Imamiyah,
bahwa pandangan itu adalah ucapan Ja’far ash-Shodiq, padahal beliau sama sekali
tidak pernah mengatakannya. Sedangkan terhadap Imam Ahmad bin Hambal, sejumlah
Ulama Hambali mengidentikkan pandangan mereka sebagai pandangan Imam Ahmad
padahal sama sekali bukan.”
Suatu
hari Imam Al-Faqih Ibnu Hajar al-Haitsamy ra, ditanya mengenai akidah pengikut
mazhab Hambal, “Apakah ada yang tesembunyi dibalik kemuliaan ilmu anda, apakah
akidah kaum hambali itu seperti akidah Imam Ahmad bin Hambal?”
Ibnu
Hajar menjawab, “Akidah imam Sunnah Ahmad bin Hambal ra, — dan semoga Allah
meridloi dan menjadikan syurga ma’rifat sebagai tempatnya yang luhur, dan
semoga berkahnya melimpah kepada kita, semoga Allah menempatkan di syurga
firdausnya yang tinggi di SisiNya – adalah akidah yang relevan dengan
Ahlussunnah wal-jamaah, terutama dalam penyucian Allah Ta’ala, — jauh dari apa
yang dikatakan oleh kaum zalim, dan para penentangnya—jauh dari arah dan fisik
dan sebagainya, bahkan jauh dari segala sifat yang kurang dari keparipurnaan
absolut. Apa yang dipopulerkan secara dusta dan bodoh yang dikaitkan pada Imam
Ahmad yang agung ini, bahwa Allah itu berarah dan dan berfisik adalah kedustaan
dan kebohongan. Tentu bagi orang yang mengaitkan pada Imam Ahmad harus
dilaknat. (Lihat al-Fatawa al-Haditsiyah, Ibnu Hajar al-Makky hal. 148)
Rekayasa
juga dialamatkan pada Imam Ali bin Abi Thalib Karromallahu Wajhah, dimana Kitab
Nahjul Balaghah dan yang lain yang selama ini tersebar, katanya dari ucapan
Imam Ali. Adz -Dzahaby menyebutkan dalam biografi Ali bin al-Husain asy-Sayrif
al-Murtadlo, sesungguhya: (adalah beliau yang meragukan kitab Nahjul Balaghoh
dan orang yang menelaahnya harus dipastikan atas kebohongannya bahwa hal itu
dari Amirul Mukminn Ali bin Abi Thalib. Di dalamnya menjadi sebab kontradiksi
dan permusuhan terhadap dua pemuka sahabat Nabi Abu Bakr dan Umar bin
Khoththob, ra, dan di dalam kitab itu penuh dengan antagonisma dan wacana
dimana bagi orang yang sangat mengerti nafas sahabat Quraisy dan sahabat
lainnya, pasti akan mengatakan bahwa kitab itu lebih banyak batilnya.” (Mizanul
I’tidal, adz-Dzahaby, juz 3, hal 124)
Ulama
Sufi yang dituding melalui rekayasa, antara lain Imam Asy-Sya’roni, khususnya
dalam Thobaqotul Kubro, dan hal demikian juga diungkapkan dalam Lathoful Minan
wal-Akhlaq, “Diantara anugerah Allah kepada diri saya adalah kesabaran saya
atas cobaan orang-orang dengki pada saya, lalu mereka membuat rekayasa seakan-akan
saya berkata suatu perkara yang bertentangan dengan syariat. Lalu mereka
berfatwa, dengan kedustaan dan kebohongan sampai saya harus dilaporkan ke raja.
Perlu
anda ketahui saudaraku, cobaan pertama yang menimpaku ketika di Mesir adalah
rekayasa kebohogan itu.
Sejarawan
besar Abdul Hayy bin Imad al-Hambaly dalam kitabnya Syadzarotuz Dzahab,
menghenai biografi asy-Sya’rony ini, “Dia adalah Ulama yang mendapat kedengkian
dari berbagai kalangan, lalu sejumlah wacana dikait-kaitkan pada beliau dengan
dusta, seakan-akan beliau menentang syariat, bahkan dengan akidah yang
menyimpang, serta masalah yang kontra dengan Ijma’ Ulama. Sampai akhirnya
asy-Sya’roni dicaci maki, dihina, dan dilempari berbagai tuduhan. Namun Allah
justru menghina mereka itu semua, dan terbukti bahwa Asy-Sya’rony bebas dari
tuduhan, karena asy-Sya’roni sangat ketat pada Sunnah, wara’, bahkan ia sangat
sederhana termasuk pakaiannya, senantiasa prihatin, dan waktunya dihabiskan
untuk ibadah, menulis kitab, suluk dan meraih manfaat. Siang malam zawiyah
sufiya sangat ramai, dan setiap malam jum’at senantiasa menghidupkam malam itu
dengan penuh sholawat Nabi saw, dan terus menerus dilakukan, demi mengagungkan
junjungan jiwa, hingga akhir hayatnya beliau.”
Imam
al-Ghazaly, telah dilempar rekayasa oleh lawan dan musuhnya dengan berbagai
naskah yang disandarkan sebagai karyanya. Al-Qodly ‘Iyadh akhirnya membakar
naskah tersebut. Asy-Sya’rani mengatakan: “Hal yang direkayasakan pada Imam
Hujjatul Islam al-Ghazaly dan disebarluaskan adalah ungkapan mereka bahwa
al-Ghazali berkata: (Sesungguhnya Allah Ta’ala mempunyai hamba-hamba, manakala
hamba-hamba ini meminta kepada Allah agar kiamat tidak terjadi, Allah tidak
bakal menciptakan kiamat. Sebaliknya Allah juga punya hamba-hamba jika para
hamba ini memohon agar kiamat terjadi saat ini, Allah akan mengkiamatkannya.”
Banyak
sejumlah Kitab yang dikait-kaitkan oleh nama besar Al-Ghazaly yang ditulis oleh
kaum antagonis. Diantaranya sejumlah kitab yang kontra terhadap Ahli Sunnah
wal-jamaah, lalu kitab itu ditelaah oleh Syeikh Badruddin Ibnu Jama’ah,
kemudian beliau berkomentar, “Demi Allah, ini dusta, dan sangat keterlaluan
mengaitkan kitab ini pada Hujjatul Islam.”
Syeikhul
Akbar, Muhyiddin Ibu Araby sebagaimana disbeut Asy-Sya’rany, pernah dituding
melalui rekayasa musuh-musuh Islam. Padahal Ibnu Araby sangat tegas berpijak
pada Al-Qur’an dan Sunnah, hingga beliau berkata, “Setiap perkara yang
terlempar dari timbangan syariat sedikit saja dari tangannya, ia bakal hancur…”
sampai kata-katanya, “Dan inilah akidah Jama’ah sampai kiamat…”
Sedangkan
sejumlah wacana yang tidak bisa difahami khayalak, semata-sama karena tingginya
tahapannya. Sementara seluruh kata-katanya yang kontra terhadap syariat, dan
Jumhur, sesungguhnya merupakan kata-kata rekayasa yang diidentikkan sebagai
kata-katanya oleh lawan-lawannya, sebagaimana dikabarkan padaku oleh Syeikh
Abnu Thohir al-Maghriby yang tinggal di Makkah al-Mukarromah. Kemudian beliau
mengeluarkan manuskrip Al-Futuhat al-Makkiyyah tulisan Syeikh di kota Quniah,
untuk dibandingkan dengan naskah yang pernah saya kaji. Justru saya tidak
melihat sama sekali hal-hal yang semula saya harus mauquf (diam) dan saya buang
ketika saya membuat ikhtisar (ringkasan) al-Futuhat. Lalu aku jadi faham, bahwa
mereka orang-orang dengki itu telah merekayasa tudingan keji terhadap syeikh
dengan memasukkannya dalam kitabnya, seperti yang dilakukan terhadap diri saya.
Itulah peristiwa yang pernah saya saksikan sendiri dalam zaman saya. Semoga
Allah mengampuni kita dan mereka semua.”
Diantara
kata-kata yang diidentikkan pada Ibnu Araby dari musuh-musuhnya yang
menyelipkannya dalam Al-Futuhat adalah bahwa beliau berkata, “Ahli neraka itu
sangat menikmati masuk neraka itu sendiri, dan manakala mereka keluar dari
neraka, justru mereka merasa tersiksa.”
Asy-Sya’rani
berkomentar, “Jika ditemukan hal seperti itu dalam salah satu kitabnya, maka
jelas ucapan itu adalah rekayasa musuh. Sebab berkali-kali saya telaah kitab
Al-Futuhatul Makkiyyah secara keseluruhan, semuanya menegaskan bahwa Ibnu Araby
menegaskan adanya siksa pada ahli neraka.”
Karena
itu menelaah karyanya harus hati-hati, sebab banyak yang diselipi kata-kata
musuh untuk menghancurkan Ibnu Araby dalam kitab-kitabnya, khususnya kitab
Futuhat dan Fushus.
Lebih-lebih
kalau kita baca karya para orientalis yang menganalisa Ibnu Araby dan
karya-karyanya, mereka lebih banyak salah faham atas wacananya. Karena itu
untuk menelaah kitabnya, usahakan dari karya orisinal yang berbahasa Arab.
Diantara
rekayasa yang pernah dilemparkan, antara lain tehadap Imam Syeikh Ibrahim
ad-Dasuqy. Ra, melalui kata-katanya, “Tuhanku telah mengizinkan diriku untuk
berkata dan aku mengatakan, Akulah Allah. Maka Allah berkata kepadaku,
“Katakan: Akulah Allah dan aku tak peduli…”
Ini
sungguh kata-kata yang diselipkan oleh musuh Sufi besar ini, seakan-akan
kata-kata beilau.
Rabiah
Adawiyah, wali perempuan yang begitu hebat juga sempat dituding melalui
rekayasa kata-kata yang diidentifikasikan padanya, tentang Ka’bah, “Inilah
Berhala yang disembah di muka bumi”.
Bahkan
Ibnu Taymiyah malah menolak jika kata-kata itu dari Rabiah Adawiyah. “Apa yang
disebut dan dikaitkan pada Rabiah mengenai ucapannya, Ini adalah Berhala yang
disembah di muka bumi, adalah ungkapan dusta dari para pendengkinya terhadap
wanita yang taqwa ini. Seandainya saja ada orang bicara seperti itu pasti dia
kafir, jika bertobat diterima, jika tidak, bisa dihukum bunuh. Jelas kalimat
yang dikaitkan padanya adalah kebohongan. sebab Baitullah tidak pernah disembah
umat Islam, tetapi ummat menyembah Tuhannya Baitullah melalui Thawaf dan sholat
kepadaNya.”
Kita
semua bisa menyimpulkan kenapa selalu ada rekayasa pendustaan terhadap Islam
melalui wacana yang dikaitkan tokoh-tokoh Islam, apalagi berhubungan dengan
dunia sufi yang merupakan Ruh Islam?
Karena
jika Ruhnya dimatikan, bangtunan Islam akan roboh. Mereka musuh-musuh Islam itu
hendak mematikan cahaya Allah sebagaimana disebut oleh Allah, “Mereka hendak mematikan
Nur Allah melalui ucapan meeka, padahal Allah justru menyempurnakan cahayaNya,
walaupun hal itu dibenci oleh orang-orang kafir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar